BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kesehatan
gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat
dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh
keseluruhan. Gigi merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi untuk
mengunyah, berbicara dan mempertahankan bentuk muka, sehingga penting untuk
menjaga kesehatan gigi sedini mungkin agar dapat bertahan lama dalam rongga
mulut. Kelainan-kelainan yang bisa terjadi di dalam mulut adalah gigi
berlubang, penyakit atau radang gusi dan gigi berjejal. Karies gigi dan radang
gusi (gingivitis) merupakan penyakit gigi dan jaringan pendukung gigi yang
banyak dijumpai pada anak-anak sekolah dasar di Indonesia, serta cenderung
meningkat setiap dasawarsa.
Masalah
terbesar yang dihadapi penduduk Indonesia seperti juga di negara - negara
berkembang lainnya di bidang kesehatan gigi dan mulut adalah
penyakit jaringan keras gigi (caries dentin). Hal ini karena prevalensi karies
di Indonesia mencapai 80%. Usaha untuk mengatasinya belum memberikan hasil yang
nyata bila diukur dengan indikator kesehatan gigi masyarakat. Tingginya
prevalensi karies gigi serta belum berhasilnya usaha untuk mengatasinya mungkin
dipengaruhi oleh faktor - faktor distribusi penduduk, faktor lingkungan, faktor
perilaku, dan faktor pelayanan kesehatan gigi yang berbeda-beda pada masyarakat
Indonesia.
Karies
gigi adalah suatu proses kerusakan yang dimulai dari email terus ke dentin dan
merupakan suatu penyakit yang berhubungan dengan banyak faktor. Ada empat
faktor utama yang saling mempengaruhi untuk terjadinya karies yaitu faktor host
yang meliputi gigi dan saliva, faktor ke dua ialah mikroorganisme, ke tiga
adalah substrat dan ke empat adalah waktu.
Selain
faktor langsung yang ada di dalam mulut, terdapat faktor-faktor tidak langsung
yang disebut faktor risiko luar yang merupakan faktor predisposisi dan faktor
penghambat terjadinya karies. Faktor luar antara lain adalah usia, jenis
kelamin, keadaan penduduk dan lingkungan, pengetahuan, kesadaran dan perilaku
yang berhubungan dengan kesehatan gigi, misalnya pengetahuan mengenai jenis
makanan dan minuman yang menyebabkan karies.
Studi
epidemiologi menunjukkan bahwa kejadian karies sangat berbeda antara
kelompok-kelompok penduduk, tetapi diet dipertimbangkan sebagai perbedaan utama
antara kelompok-kelompok bangsa meskipun ada juga faktor genetik. Telah
dibuktikan dari berbagai penelitian bahwa gula dalam diet merupakan
penyebab utama karies. Suku bangsa yang mengkonsumsi gula lebih tinggi,
kariesnya lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang mengkonsumsi gula lebih
rendah.
Peningkatan
keadaan sosial ekonomi dan pola hidup masyarakat juga sangat berpengaruh pada
peningkatan penyakit gigi dan mulut. Hal ini antara lain disebabkan karena
adanya perubahan perilaku masyarakat serta kemampuan dalam menyediakan makanan
yang bersifat kariogenik seperti gula, permen dan coklat.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian
ini adalah :
a. Bagaimanakah
anatomi mulut dan bagian – bagian mulut?
b. Apakah
yang dimaksud dengan karies gigi?
c. Apakah
yang dimaksud dengan gingvitis?
d. Bagaimanakah
diet makanan bagi mulut?
e. Bagaimanakah
cara menyikat gigi yang baik?
f. Bagaimanakah
proses penambalan gigi?
g. Bagaimanakah
proses pencabutan gigi?
h. Bagaimanakah
perawatan gigi yang baik (kontrol gigi 6 bulan sekali)?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui
anatomi mulut dan bagian – bagian mulut
b. Mengetahui
mengenai karies gigi
c. Mengetahui
mengenai gingvitis
d. Mengetahui
diet makanan yang baik bagi mulut
e. Mengetahui
cara menyikat gigi yang baik
f. Mengetahui
proses penambalan gigi
g. Mengetahui
proses pencabutan gigi
h. Mengetahui
perawatan gigi yang baik (kontrol gigi 6 bulan sekali)
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Mulut
dan Bagian – Bagiannya
Mulut
dibentuk oleh 2 rahang, yakni rahang atas dan rahang bawah. Pada rahang ini
terdapat gigi dan gusi. Gigi dan mulut sendiri berfungsi untuk menguyah,
berbicara, dan memberikan bentuk yang harmonis pada muka.
Gigi
tersusun atas lapisan-lapisan. Lapisan-lapisan pada gigi yakni :
1. Email :
lapisan terluar yang keras dan kuat
2. Dentin :
lapisan dibawah email yang lebih lunak mudah rusak
3. Pulpa :
lapisan yang berisi pembuluh darah dan saraf
4. Gusi :
laringan lunak yang ada dalam mulut
5. Cementum :
lapisan luar akar gigi
6. Jar.
Periodontal : jaringan yang memegang gigi sehingga melekat
pada rahang
7. Tulang
alveolar : tulang tempat melekatnya gigi
2.2 Karies
1. Definisi
Karies
berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan.
Karies gigi adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya
mineral email sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan
sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari substrat
sehingga timbul destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi
kavitas.
Karies
adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan cementum yang
disebabkan oleh aktivitas jazad renik terhadap suatu jenis karbohidrat yang dapat
diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang
kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya (Kidd & Bechal, 1992).
Karies
merupakan proses demineralisasi yang disebabkan oleh suatu interaksi antara
(produk-produk) seperti: mikroorganisme, ludah, bagian-bagian yang berasal dari
makanan dan email (Houwink & Winchel, 2000).
2. Penyebab
Keberadaan
bakteri dalam mulut merupakan suatu hal yang normal. Bakteri dapat mengubah
semua makanan, terutama gula, menjadi asam. Bakteri, asam, sisa makanan, dan
ludah akan membentuk lapisan lengket yang melekat pada permukaan gigi. Lapisan
lengket inilah yang disebut plak. Plak akan terbentuk 20 menit setelah makan.
Zat asam dalam plak akan menyebabkan jaringan keras gigi larut dan terjadilah karies.
Bakteri yang paling berperan dalam menyebabkan karies adalah Streptococcus
mutans.
3. Gejala
Karies
ditandai dengan adanya lubang pada jaringan keras gigi, dapat berwarna coklat
atau hitam.
Gigi
berlubang biasanya tidak terasa sakit sampai lubang tersebut bertambah besar
dan mengenai persyarafan dari gigi tersebut. Pada karies yang cukup dalam,
biasanya keluhan yang sering dirasakan pasien adalah rasa ngilu bila gigi
terkena rangsang panas, dingin, atau manis. Bila dibiarkan, karies akan
bertambah besar dan dapat mencapai kamar pulpa, yaitu rongga dalam gigi yang
berisi jaringansyaraf dan pembuluh darah. Bila sudah mencapai kamar pulpa, akan
terjadi proses peradangan yang menyebabkan rasa sakit yang berdenyut. Lama
kelamaan, infeksi bakteri dapat menyebabkan kematian jaringan dalam kamar pulpa
dan infeksi dapat menjalar ke jaringan tulang penyangga gigi, sehingga dapat
terjadi abses.
4. Proses
Karies Gigi
Proses
terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plaque di permukaan
gigi, sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri berproses
menempel pada waktu tertentu yang berubah menjadi asam laktat yang akan
menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) dan akan menyebabkan demineralisasi
email berlanjut menjadi karies gigi. Secara perlahan-lahan demineralisasi
interna berjalan ke arah dentin melalui lubang fokus tetapi belum sampai
kavitasi (pembentukan lubang).
Kavitasi
baru timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-kadang
begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak
secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang makrokopis dapat dilihat. Pada
karies dentin yang baru mulai terlihat hanya lapisan keempat (lapisan
transparan, terdiri dari tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk
rintangan terhadap mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan
opak/tidak tembus penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin
merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblast). Baru setelah terjadi
kavitasi, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada proses karies yang amat
dalam, tidak terdapat lapisan-lapisan tiga (lapisan demineralisasi, suatu
daerah sempit, dimana dentin partibular diserang), lapisan empat dan lapisan
lima.
Akumulasi
plak pada permukaan gigi utuh dalam dua sampai tiga minggu menyebabkan
terjadinya bercak putih. Waktu terjadinya bercak putih menjadi kavitasi
tergantung pada umur, pada anak-anak 1,5 tahun dengan kisaran 6 bulan ke atas
dan ke bawah, pada umur 15 tahun, 2 tahun dan pada umur 21-24 tahun, hampir
tiga tahun. Tentu saja terdapat perbedaan individual. Sekarang ini karena
banyak pemakaian flourida, kavitasi akan berjalan lebih lambat
daripada dahulu.
Pada
anak-anak, kerusakan berjalan lebih cepat dibanding orang tua, hal ini
disebabkan:
a. Email
gigi yang baru erupsi lebih mudah diserang selama belum selesai maturasi
setelah erupsi (meneruskan mineralisasi dan pengambilan flourida)
yang berlangsung terutama 1 tahun setelah erupsi.
b. Remineralisasi
yang tidak memadai pada anak-anak, bukan karena perbedaan fisiologis, tetapi
sebagai akibat pola makannya (sering makan makanan kecil)
c. Lebar
tubuli pada anak-anak mungkin menyokong terjadinya sklerotisasi yang tidak
memadai
d. Diet
yang buruk dibandingkan dengan orang dewasa, pada anak-anak terdapat jumlah
ludah dari kapasitas buffer yang lebih kecil, diperkuat oleh
aktivitas proteolitik yang lebih besar di dalam mulut.
5. Klasifikasi
Karies Gigi
a. Berdasarkan
Stadium Karies (dalamnya karies)
· Karies
Superfisialis di mana karies baru mengenai enamel saja, sedang dentin belum
terkena.
· Karies
Media di mana karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah
dentin.
· Karies
Profunda di mana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan
kadang-kadang sudah mengenai pulpa.
b. Berdasarkan
Keparahan atau Kecepatan Berkembangnya
· Karies
Ringan
Kasusnya disebut ringan
jika serangan karies hanya pada gigi yang paling rentan seperti pit (depresi
yang kecil, besarnya seujung jarung yang terdapat pada permukaan oklusal dari
gigi molar) dan fisure (suatu celah yang dalam dan memanjang pada permukaan
gigi) sedangkan kedalaman kariesnya hanya mengenai lapisan email (iritasi
pulpa).
· Karies
Sedang
Kasusnya dikatakan sedang
jika serangan karies meliputi permukaan oklusal dan aproksimal gigi posterior.
Kedalaman karies sudah mengenai lapisan dentin (hiperemi pulpa).
· Karies
Berat/Parah
Kasusnya dikatakan berat
jika serangan juga meliputi gigi anterior yang biasanya bebas karies. Kedalaman
karies sudah mengenai pulpa, baik pulpa tertutup maupun pulpa terbuka (pulpitis
dan gangren pulpa). Karies pada gigi anterior dan posterior sudah meluas ke
bagian pulpa.
6. Faktor
Etiologi
Ada
yang membedakan faktor etiologi atau penyebab karies atas faktor penyebab
primer yang langsung mempengaruhi biofilm (lapisan tipis normal pada permukaan
gigi yang berasal dari saliva) dan faktor modifikasi yang tidak langsung
mempengaruhi biofilm. Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja
seperti penyakit menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang
terjadi selama beberapa kurun waktu. Pada tahun 1960-an oleh Keyes dan Jordan
(cit. Harris and Christen, 1995), karies dinyatakan sebagai penyakit
multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya
karies. Ada empat faktor utama yang memegang peranan yaitu 1) faktor host atau
tuan rumah, 2) agen atau mikroorganisme, 3) substrat atau diet dan, 4) faktor
waktu. Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus
saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik,
substrat yang sesuai dan waktu yang lama.
1) Faktor
Host Atau Tuan Rumah
Ada
beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap karies
yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor
kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan
terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut
terutama pit dan fisur yang dalam. Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga
dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi.
Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang mengandung
97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik 2%.
Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung
banyak fluor, fosfat dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat
menentukan kelarutan enamel.Semakin banyak enamel mengandung mineral maka
kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin resisten. Gigi susu lebih
mudah terserang karies daripada gigi tetap. Hal ini disebabkan karena enamel
gigi susu mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah
mineralnya lebih sedikit daripada gigi tetap. Selain itu, secara kristalografis
kristal-kristal gigi susu tidak sepadat gigi tetap. Mungkin alasan ini menjadi
salah satu penyebab tingginya prevalensi karies pada anak-anak.
2) Faktor
agen atau mikroorganisme
Plak
gigi memegang peranan peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak
adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang
berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada
permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Hasil penelitian menunjukkan komposisi
mikroorganisme dalam plak berbeda-beda. Pada awal pembentukan plak, kokus gram
positif merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptokokus
mutans, Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis dan Streptokokus salivarius
serta beberapa strain lainnya. Selain itu, ada juga penelitian yang menunjukkan
adanya laktobasilus pada plak gigi. Pada penderita karies aktif, jumlah
laktobasilus pada plak gigi berkisar 104 – 105 sel/mg plak. Walaupun demikian,
S. mutans yang diakui sebagai penyebab utama karies oleh karena S. Mutans
mempunyai sifat asidogenik dan asidurik (resisten terhadap asam).
3) Faktor
substrat atau diet
Faktor
substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu
perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel.
Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan
menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan lain
yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung
mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak
mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai
karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang
peranan penting dalam terjadinya karies.
4) Faktor
waktu
Secara
umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang
dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies
untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48
bulan.
7. Epidemiologi
Karies Gigi
a. Distribusi
Frekuensi
Status karies gigi
menurut karakteristik penduduk Indonesia (Profil Kesehatan Gigi dan Mulut Tahun
1999):
· Prevalensi
karies berdasarkan jenis kelamin :
Laki-laki (90,05%)
Perempuan(91,67%)
· Prevalensi
karies berdasarkan daerah :
Urban
(91,06%)
Rural
(90,84%)
· Prevalensi
karies berdasarkan pulau :
Jawa
dan Bali (86,59%),
Sumatera
(94,41%),
Kalimantan
(94,85%),
Sulawesi
(99,28%)
· Prevalensi
karies berdasarkan umur :
12
tahun (76,62%),
15
tahun (89,38%),
18
tahun (83,50%),
35-44
tahun (94,56%),
dan
65 tahun ke atas (98,57%)
b. Determinan
· Umur
1) Umur
1-2 tahun
Studi oleh Kohler et
all (1978,1982), bahwa pada ibu-ibu dengan saliva yang mengandung
banyak Streptococcus mutans sering menularkannya kepada bayi mereka segera
setelah gigi susunya tumbuh, hal ini menyebabkan tingginya kerentanan terhadap
karies.
2) Umur
5-7 tahun
Studi oleh Carvalho et
all (1989) menunjukkan bahwa pada masa ini permukaan oklusal (kunyah)
gigi molar pertama sedang berkembang, pada masa ini gigi rentan karies sampai
maturasi kedua (pematangan jaringan gigi) selesai selama 2 tahun.
3) Umur
11-14 tahun
Merupakan usia pertama
kali dengan gigi permanen keseluruhan. Pada masa ini gigi molar kedua rentan
terhadap karies sampai maturasi kedua selesai.
4) Umur
19-22 tahun
Adalah kelompok umur
berisiko pada usia remaja. Pada masa ini gigi molar ke tiga rentan karies
sampai maturasi keduanya selesai. Di usia ini pula biasanya orang-orang
meninggalkan rumah untuk belajar atau bekerja di tempat lain, yang selanjutnya
dapat menyebabkan perubahan tidak hanya gaya hidup tapi juga pada kebiasaan
makan dan menjaga kebersihan mulut.
· Jenis
Kelamin
Dari
pengamatan yang dilakukan Milhann-Turkeheim pada gigi M1, didapat hasil bahwa
persentase karies gigi pada wanita adalah lebih tinggi dibanding pria.Selama
masa kanak-kanak dan remaja, wanita menunjukkan nilai DMF yang lebih tinggi
daripada pria. Walaupun demikian, umumnya oral higiene wanita lebih baik
sehingga komponen gigi yang hilang (M=Missing) lebih sedikit.
· Sosial
Ekonomi
Karies
dijumpai lebih rendah pada kelompok sosial ekonomi rendah dan sebaliknya. Hal
ini dikaitkan dengan lebih besarnya minat hidup sehat pada kelompok sosial
ekonomi tinggi.
Tirthankar
(2002), ada dua faktor sosial ekonomi yaitu pekerjaan dan pendidikan.
Pendidikan adalah faktor kedua terbesar yang mempengaruhi status kesehatan.
Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan
dan sikap yang baik tentang kesehatan sehingga akan mempengaruhi perilakunya
untuk hidup sehat.
· Penggunaan
Flour
Rugg-Gunn
(2000) di Inggris menyatakan bahwa penggunaan fluor sangat efektif untuk
menurunkan prevalensi karies, walaupun penggunaan fluor tidaklah merupakan
satusatunya cara mencegah gigi berlubang.
Dr.
Trendly Dean dilaporkan bahwa ada hubungan timbal balik antara konsentrasi
fluor dalam air minum dengan prevalensi karies.Penelitian epidemiologi Dean
ditandai dengan perlindungan terhadap karies secara optimum dan
terjadinya mottled enamel (keadaan email yang berbintik-bintik
putih, kuning, atau coklat akibat kelebihan fluor/fluorosis) yang minimal
apabila konsentrasi fluor kurang dari 1 ppm.
· Pola
Makan
Setiap
kali seseorang mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat,
maka beberapa bakteri penyebab karies di rongga mulut akan mulai memproduksi
asam sehingga pH saliva menurun dan terjadi demineralisasi yang berlangsung
selama 20-30 menit setelah makan. Di antara periode makan, saliva akan bekerja
menetralisir asam dan membantu proses remineralisasi. Namun, apabila makanan
berkarbonat terlalu sering dikonsumsi, maka email gigi tidak akan mempunyai
kesempatan untuk melakukan remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi
karies.
· Kebersihan
Mulut
Diketahui bahwa salah
satu komponen dalam pembentukan karies adalah plak. Orang yang rutin menyikat
gigi akan memiliki faktor risiko lebih kecil untuk karies dibandingkan yang
tidak rutin menggosok gigi.
· Merokok
Nicotine yang
dihasilkan oleh tembakau dalam rokok dapat menekan aliran saliva, yang
menyebabkan aktivitas karies meningkat. Dalam hal ini karies ditemukan lebih
tinggi pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok.
· Pengalaman
karies
Penelitian epidemiologis
telah membuktikan adanya hubungan antara pengalaman karies dengan perkembangan
karies di masa mendatang. Sensitivitas parameter ini hampir mencapai 60%.
Prevalensi karies pada gigi desidui dapat memprediksi karies pada gigi
permanennya.
· Jumlah
bakteri
Segera setelah lahir akan
terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas berbagai jenis bakteri. Kolonisasi
bakteri di dalam mulut disebabkan transmisi antar manusia, yang paling banyak
dari ibu atau ayah. Bayi yang memiliki jumlah S. mutans yang banyak, maka usia
2-3 tahun akan mempunyai risiko karies yang lebih tinggi pada gigi susunya.
Walaupun laktobasilus bukan merupakan penyebab utama karies, tetapi bakteri ini
ditemukan meningkat pada orang yang mengonsumsi karbohidrat dalam jumlah
banyak.
· Saliva
Selain mempunyai efek
bufer, saliva juga berguna untuk membersihkan sisa-sisa makanan di dalam mulut.
Aliran saliva pada anak-anak meningkat sampai anak tersebut berusia 10 tahun,
namun setelah dewasa hanya terjadi peningkatan sedikit. Tidak hanya umur,
beberapa faktor lain juga dapat menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Pada
individu yang berkurang fungsi salivanya, maka aktivitas karies akan meningkat
secara signifikan.
8. Diagnosa
a. Detectable explorer
“stick”
b. Radiographs
c. Visual
d. Laser caries detector
9. Intervensi
a. Sikat
gigi dengan pasta gigi berfluoride dua kali sehari, pada pagi hari setelah
sarapan dan malam hari sebelum tidur.
b. Lakukan
flossing sekali dalam sehari untuk mengangkat plak dan sisa makanan yang
tersangkut di antara celah gigi-geligi.
c. Hindari
makanan yang terlalu manis dan lengket, juga kurangi minum minuman yang manis
seperti soda.
d. Lakukan
kunjungan rutin ke dokter gigi tiap 6 bulan sekali.
e. Perhatikan
diet pada ibu hamil dan pastikan kelengkapan asupan nutrisi, karena pembentukan
benih gigi dimulai pada awal trimester kedua.
f. Penggunaan
fluoride baik secara lokal maupun sistemik.
2.3 Gingivitis
a. Pengertian
Radang
gusi (gingivitis) adalah keadaan di mana terjadi perubahan struktural pada
gusi. Ditandai dengan adanya perubahan bentuk dan warna pada gusi. Radang gusi
disebabkan karena kurang memperhatikan kebersihan mulut. Jika tidak segera
ditanggulangi akan mengakibatkan enfeksi yang membahayakan anatomi tubuh
lainnya.
Radang
gusi disebut juga penyakit gusi atau penyakit periondotal, yang diakibatkan
pertumbuhan bakteri di mulut dan yang lebih parah lagi jika tidak segera
diobati maka gigi akan hilang dikarenakan jaringan
mengelilingi gigi. Gusi berdarah bisa disebabkan oleh berbagai hal. Penyebab
yang paling sering adalah adanya plak dan karang gigi (kalkulus) yang menempel
pada permukaan gigi. Gigi kita dilapisi oleh lapisan transparan licin yang
disebut pellicle. Pellicle yang dikolonisasi oleh bakteri disebut plak.
Selanjutnya, bila tidak dibersihkan maka plak dapat mengalami mineralisasi
(pengerasan), sehingga membentuk karang gigi yang melekat pada permukaan gigi.
Biasanya karang gigi dijumpai pada leher gigi.
Karang
gigi tidak hanya melekat pada permukaan gigi yang tampak (terletak di atas
garis gusi), tapi juga dapat melekat pada permukaan gigi yang tertutup oleh
gusi. Pada permukaan karang gigi biasanya juga terdapat koloni bakteri. Koloni
bakteri pada plak dan karang gigi inilah yang mengakibatkan kerusakan jaringan
penyangga gigi, yang dimulai dari gingiva (bagian gusi yang dapat kita lihat).
Keadaan ini disebut gingivitis (radang gusi). Karena ada peradangan maka gusi
menjadi mudah berdarah apabila terkena trauma mekanis, misalnya sikat gigi atau
tusuk gigi. Jadi, gusi berdarah adalah tanda awal adanya kerusakan gusi.
Apabila
tidak segera ditangani maka karang gigi dapat terus bertambah sehingga
perlekatan gusi pada permukaaan gigi menjadi lepas dan terbentuk adanya kantung
pada gusi (disebut periodontal pocket). Kondisi ini disertai juga dengan
perdarahan gusi dan kerusakan tulang penyangga gigi. Akibatnya bila tidak
segera ditangani gigi menjadi goyang dan akhirnya tanggal. Keadaan ini disebut
periodontitis.
b. Perbedaan Antara Radang Gusi ( Gingivitis) Dan Penyakit Gusi
(Periodontitis).
Radang Gusi
(Gingivitis) biasanya lebih dahulu daripada Penyakit Gusi (Periodontitis).
Tetapi belum tentu Radang Gusi menjadi Penyakit Gusi. Radang Gusi terbentuknya
bakteri dalam plak yang menyebabakan gusi menjadi meradang (merah dan bengkak)
dan mudah berdarah di saat gosok gigi. Jika radang gigi tidak segera diatasi
bisa berakibat penyakit gusi. Pada orang yang terkena penyakit gusi, lapisan
bagian dalam gusi dan tulang menjauh dari gigi dan membebtuk kantung. dan ruang
– ruang kecil gigi dapat ditempati oleh bakteri – bakteri. bakteri ini dapat
menyebabkan toksin atau racun dalam plak.
c. Penyebab Gingivitis
Radang gusi (gingivitis) disebabkan oleh
beberapa faktor, misalnya :
1) Adanya karang gigi,
2) Bakteri,
3) Sisa makanan (plak)
pada gigi,
4) Cara menyikat gigi
yang salah,
5) Bernafas melalui
mulut. Karena bernafas melalui mulut membuat gigi menjadi kering dan
gusi mudah teriritasi.
6) Stress, sering
merokok, pubertas, haid tidak teratur, kehamilan dan faktor lain yaitu Diabetes
Melitus (DM).
d. Tanda dan Gejala
Gingivitis
1) Biasanya mengeluh
mulut bau, gusi bengkak mudah berdarah, tanpa nyeri, hanya kadang terasa gatal.
2) Pada pemeriksaan gusi
tampak bengkak, berwarna lebih merah dan mudah berdarah pada sondasi.
3) Kebersihan mulut
biasanya buruk.
4) Salah satu bentuk
radang gusi adalah perikoronitis yang gejalanya lebih berat, yaitu demam, dan
sukar membuka mulut.
e. Cara mencegah
timbulnya Gingivitis
1) Rajin memperbaiki
kebersihan mulut dan berkumur dengan obat kumur.
2) Rajin menggosok gigi secara benar
dan teratur sesuai anjuran dokter, minimal 2 kali sehari.
3) Bersihkan rongga mulut
setiap 3 atau 6 bulan sekali.
4) Bersihkan karang gigi
oleh dokter gigi.
5) Bila sudah terjadi radang
gusi dan dengan perbaikan kebersihan tidak sembuh, obati dengan antibiotic
Amoksisilin 500 mg 3 x sehari selama 5 hari, Anti nyeri dan anti inflamasi.
6) Banyak mengonsumsi
buah-buahan yang mengonsumsi vitamin C karena berkhasiat sebagai antioksidan
dan meningkatkan kekebalan tubuh. Sumber vitamin C alami banyak terdapat pada
buah-buahan segar seperti jambu biji, jeruk, tomat, sirsak dan mangga.
7) Menurut penelitian,
brokoli dapat mencegah terjadinya infeksi termasuk infeksi kuman penyebab radang
gusi.
8) Hindari rokok karena
dapat meningkatkan reiko terkena radang gusi.
9) Banyak minum air
putih.
f. Klasifikasi
Gingivitis
1) Berdasarkan lamanya peradangan gingival
- Akut : Peradangan gingival dengan durasi singkat,setelah perawatan dari pasien sendiri dapat mengembalikan status sehat.
- Kronis
: Gingivitis durasi lama, terjadi sampai bertahun-tahun periodontitis.
2) Berdasarkan perluasan peradangan
- Terlokalisasi : membatasi peradangan jaringan gingiva pada gigi atau sebagian.
- General : peradangan jaringan gingiva pada seluruh mulut.
3) Berdasarkan
Distribusi Inflamasi
- Papila
: inflamasi jaringan pada seluruh mulut.
- Marginal : inflamasi pada margin dan papila.
- Diffuse
: inflamai pada margin gingiva.
g. Tipe
Gingivitis
Gingivitis
dapat dibagi dalam 3 kelompok besar yaitu :
a. Disebabkan
oleh bakteri yang berakumulasi dalam sulkus
gingiva dan permukaan gigi.
b. Disertai
dengan nekrosis.
c. Tidak
ada hubungannya dengan plak dan tidak dimulai dari marginal.
Gingivitis
yang ada hubungannya dengan plak bakteri dimulai dari gingiva paling koronal
sebab di sana tempat lokasi bakteri penyebab. Penyebaran penyakit lebih ke
apikal hanya terjadi bila penyakit menjadi lebih parah. Hanya pada keadaan yang
sangat parah atau bila diperparah oleh kondisi sistemik, gingivitis yang
disebabkan oleh plak ini akan menyebar dari marginal gingiva ke mucogingival
junction. Gingivitis yang tidak ada hubungannya dengan plak biasanya mengenai
seluruh mulut oleh karena penyebabnya faktor sistemik atau distribusinya tidak
ada hubungannya dengan sulkus gingiva atau margin gingiva.
h. Gingivitis
yang Ada Kaitannya dengan Plak Bakteri
1) Gingivitis
‑ Plak Bakteri ‑ Tidak Berkembang
Gingivitis
yang disebabkan oleh plak bakteri adalah bentuk penyakit periodontal yang
paling umum/sering terjadi dan dengan prevalensi yang paling tinggi. Walaupun
gingivitis yang disebabkan oleh plak bakteri mempunyai komposisi bakteri
berbeda dengan gingiva sehat, komposisi floranya tidaklah sangat spesifik.
Dengan demikian diagnosa bakteriologis bukan metoda yang menjadi pilihan. Lebih
tepat bila diagnosa dilakukan secara klinis.
Secara
klinis gingivitis menunjukkan perubahan pada kontur dan kekerasan normal
gingiva menjadi membengkak dalam berbagai derajat edema atau fibrosis pada
kebanyakan kasus dan pada kasus tertentu dimodifikasi oleh kondisi sistemik.
Pada
mereka dengan warna kulit yang lebih muda, warna merah muda gingiva menjadi
merah atau merah kebiruan. Pada mereka dengan warna kulit gelap, perubahan
warna gingiva tidak begitu jelas, tergantung intensitas pigmentasi normal,
mungkin berwarna merah kebiruan dengan edema.
2) Gingivitis
- Plak Bakteri - Diperparah Keadaan Sistemik.
Kondisi
sistemik belum tentu sebagai bagian penyebab terjadinya gingivitis. Di lain
pihak penampakan klinis gingivitis dapat menunjukkan adanya faktor sistemik.
Beberapa kondisi sistemik mempunyai peranan dalam berkembangnya gingivitis
menjadi periodontitis, sedang beberapa kondisi sistemik lainnya mengubah
penampilan gingivitis tanpa mengurangi kemampuan respon host untuk tidak
berkembang ke periodontitis.
Termasuk
kondisi sistemik yang disebut pertama adalah gangguan darah seperti neutropenia
dan yang disebut belakangan adalah hormon sex, obat‑obatan tertentu dan
penyakit sistemik lainnya. Resiko terjadinya periodontitis meningkat semata-mata
disebabkan oleh bertambahnya akumulasi plak pada gingiva yang membesar sehingga
sukar dibersihkan.
i. Gingivitis
yang berhubungan dengan hormon sex.
Kehamilan
dapat dikaitkan dengan gingivitis dan kadang‑kadang terjadi ploriferasi lokal
yang dikenal sebagai pregnancy tumor. Kelainan tersebut di atas bukan
neoplasma, tetapi keradangan dengan pembesaran gingiva.
Pembesaran
gingiva yang terjadi dipengaruhi oleh gangguan keseimbangan hormon pada
kehamilan. Fenomena yang sama terlihat pada pemakaian pil kontrasepsi oral.
Gingivitis pada kehamilan lebih parah daripada gingivitis pada keadaan tidak
hamil.
j. Gingivitis
yang ada kaitannya dengan obat‑obatan.
Penampakan
klinis gingivitis dapat termodifikasi oleh obat‑obatan yang digunakan secara
sistemik terutama obat anti konvulsi, obat kardiovascular dan immonosupresi
tertentu. Terjadi hipertrofi elemen jaringan ikat (terutama kolagen) sehingga
terlihat gingiva membesar.
Keradangan
yang terjadi disebabkan oleh akumulasi plak bakteri. Prototipe dan hipertrofi
gingiva dari obat untuk sistem syaraf pusat tersebut di atas adalah phenytoin
(diphenylhydantoin). Sekitar 50% pemakai phenytoin dalam jangka waktu panjang
mengalami pertumbuhan gingiva.
Hipertrofi
hasil obat kardiovascular terutama adalah golongan calcium channel blockers
seperti infedipine dan oxodipine. Beberapa calcium channel blockers lainnya
juga mempunyai kaitan dengan pertumbuhan berlebihan gingiva. Cyclosporin
sebagai immosupresi adalah golongan obat yang berperan besar terhadap
terjadinya hipertrofi gingiva. Dengan kontrol plak yang baik dapat mengurangi
keparahannya.
k. Gingivitis
yang berkaitan dengan penyakit sistemik.
Modifikasi
kondisi pada gingiva selain yang tersebut di atas dapat dihasilkan dari
beberapa penyakit sistemik. Hal ini terlihat pada keradangan gingiva yang parah
terutama pada anak‑anak, yang keparahannya tidak sebanding dengan plak gigi
yang ditemukan. Kondisi di atas mungkin dipengaruhi oleh adanya gangguan darah
seperti leucemia dan granulositosis. Demikian pula dengan efek lanjut dari
kekurangan Vitamin C terutama bertambahnya perdarahan gingiva.
l. Necrotizing
Ulcerative Gingivitis (NUG)
Terjadi
ulserasi pada margin gingiva dan papila, interdental menjadi cekung, beradang
dan sakit. Terdapat limfadenopati, suhu meningkat, bau mulut tidak enak dan
pseudomembrane rapuh di atas daerah yang terkena penyakit. Pada permulaan
ditemukannya, dilaporkan NUG ada kaitannya dengan bakteri fusospiroheta
kompleks. Pada akhir-akhir ini dilaporkan bahwa spireheta masuk ke dalam
jaringan nekrosis dan berada dalam NUG. Studi kultur terhadap plak penyebab
ditemukan spesies trepomena dan selenomonus bersama dengan Bacteroides,
Eusobakterium Sp dan lain‑lain. Tidaklah jelas bedanya dengan komposisi bakteri
yang terdapat pada bentuk gingivitis lainnya atau periodontitis. NUG sepertinya
merupakan manifestasi infeksi berbagai bakteri yang dimodifikasi oleh keadaan
sistemik penentu (determinant) tertentu.
1) Necrotizing
Ulcerative Gingivitis, Faktor Sistemik Tidak Diketahui.
NUG secara tradisional
dikaitkan dengan stres mental dan fisik. Hubungan yang tepat dan mekanisme
bagaimana stres menghasilkan nekrosis masih perlu dibuktikan.
2) Necrotizing
Ulcerative Gingivitis yang Ada Hubungannya dengan HIV.
Lesi ulserasi pada
gingiva seperti NUG dapat ditemukan pada beberapa kasus AIDS. Infeksi HIV perlu
diwaspadai bila terlihat tanda‑tanda NUG.
m. Gingivitis,
Tanpa Plak Gigi
Dua
keadaan yang memberi kesan bahwa keradangan gingiva yang terjadi bukan oleh
karena plak bakteri adalah tidak terjadi penyembuhan pada gingivitis dengan
kontrol plak secara mekanis dan kemis yang dilakukan dengan sangat baik.
Gingivitis yang disebabkan faktor bukan plak tidak menunjukkan bahwa kelainan
berasal dari margin gingiva.
1) Gingivitis
yang Ada Hubungannya dengan Penyakit Kulit
Gingiva dapat beradang,
disebabkan oleh penyakit pada kulit. Mungkin saja yang tersangkut pertama dalam
kasus ini adalah gingiva, tetapi umumnya merupakan manifestasi penyakit pada
permukaan tubuh yang manapun. Penyakit yang termasuk keadaan tersebut di atas
adalah lichens planus, mucous membrane pemphingoid, pemphingus dan gangguan
vesicolobullous lain, termasuk manifestasi oral epidermolysis bullosa dan
ectodermal displasia. Gingiva mengalami desquamasi atau lesi dengan keradangan
oleh perubahan hormon pada menopause atau gangguan keseimbangan dari hormon
ovarium lainnya.
2) Gingivitis
Alergi
Gingivitis
diffuse, tampak lunak meluas dari marginal ke mucogingival junction. Dapat
terjadi oleh karena bahan pembuat chewing gum atau bahan yang terdapat dalam
pasta gigi atau bahan makanan.
3) Gingivitis
Infeksi
Hampir
semua bahan infeksi dari luar dapat menjadikan gingiva sarang infeksi. Bila
virus, lesi vascular. Yang lebih sering menyerang adalah herpes virus. Bakteri
dan fungsi yang bukan merupakan flora dalam mulut dapat menimbulkan kelainan
seperti misalnya candida albicans.
n. Pengobatan
Pada
gingivitis kronis, menyikat gigi dengan pasta-gigi berfluoride akan
memperlambat perkembangan penyakit dan bisa membantu penyembuhan. Kebanyakan
sikat-gigi elektrik memiliki manfaat tambahan dibanding sikat-gigi manual.
Menyela-menyela gigi setiap hari dapat mengurangi plak dan jumlah bakteri.
Penelitian-penelitian terbaru menunjukkan bahwa menyikat gigi yang diikuti
dengan pencucian dengan chlorhexidine atau larutan lain bisa memberikan hasil
yang lebih baik ketimbang menyikat dan menyela-nyela gigi saja (Lorenz, 2006;
Zimmer, 2006). Obat-obatan spesifik perawatan gusi sudah banyak tersedia
(Trinata, 2002). Obat-obatan anti-inflammatory nonsteroidal (NSAID) telah
terbukti dapat mempercepat penyembuhan inflamasi apabila gigi dibersihkan dan
dikerak untuk menghilangkan plak (Taiyeb, 1993; Johnson, 1990).
Pada
pasien yang menderita ANUG (Gingivitis ulceratice nekrosis akut), perawatan
melibatkan antibiotic, NSAID, dan Xylocaine topical untuk meredakan nyeri.
Pencuci mulut dengan larutan garam bisa membantu dalam mempercepat penyembuhan,
dan pencucian mulit dengan larutan hydrogen peroksida 3% juga bisa memberikan
manfaat.
Kategori
Obat : Antibiotik – Agen-agen ini digunakan untuk membasmi infeksi bakteri yang
merupakan karakteristik utama dari ANUG. Di masa mendatang, antibiotic juga
bisa digunakan untuk mengobati gingivitis kronis sederhana, tapi belum ada
bukti yang mendukung untuk mempertimbangkan praktek ini, perawatan gingivitis
bisa dijamin jika bedah mulut direncanakan.
o. Komplikasi
a. Gingivitis
bukan sebuah ancaman signifikan langsung terhadap kesehatan seseorang yang
sehat, tapi bisa memberikan kontribusi bagi penyakit dan menyebabkan komplikasi
lokal dan sistemik.
b. ANUG
yang berkembang menjadi noma terkait dengan tingkat mortalitas setinggi 70%
tanpa antibiotic yang baik dan debridement.
c. Komplikasi
yang paling umum dari gingivitis adalah berkembangnya menjadi penyakit
periodontal dan kehilangan gigi. Daerah-daerah gingivitis kronis bisa
merentankan seseorang terhadap perkembangan abscess odontogenik dengan membiarkan
sebuah rute invasi bakteri ke dalam ruang periodontal mulai dari poket
gingival. ANUG bisa merusak secara lokal dan bisa menyebabkan penyebaran
infeksi lokal ke dalam jaringan di sekitarnya (Vincent angina dan noma [cancrum
oris]). Juga ada potensi untuk penyebaran infeksi sistemik.
d. Osteomyelitis
tulang alveolar bisa terjadi meski tidak umum.
e. Setiap
prosedur gigi yang melibatkan manipulasi yang bisa menyebabkan perdarahan bisa
menyebabkan endocarditis. Keberadaan gingivitis dapat meningkatkan risiko ini
dengan menjadikan gingival lebih mungkin untuk berdarah dengan manipulasi
sederhana (misalnya, scaling gigi). Akumulasi plak yang mengandung bakteri
dalam poket-poket gingival sangat berdekatan dengan daerah-daerah gingival yang
rusak, sehingga meningkatkan kemungkinan keluarnya bakteri ke sirkulasi umum.
2.3 Memelihara
Kesehatan Gigi
Ada
banyak manfaat mulut bersih, seperti membuat napas menjadi segar, mulut
terlindung dari bakteri mulut, dan yang pasti juga dapat membuat kita percaya
diri. Dengan napas yang segar kita pun merasa nyaman saat berada di dekat orang
lain, tanpa perlu was-was orang tersebut akan mencium bau mulut Anda.
Kesehatan
Mulut adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada kesehatan rongga mulut.
Ini termasuk gigi, gusi dan lidah. Kesehatan mulut yang buruk dapat disebabkan
oleh luka, infeksi jamur, sariawan, sindrom mulut kering dan kanker mulut.
Namun, terkadang penyebab utama dari kesehatan mulut yang buruk bukanlah
penyakit berat tetapi hanya pola kebersihan mulut yang buruk, dan kebersihan
mulut yang buruk ini pada gilirannya menyebabkan kesehatan mulut yang buruk
pula.
Nutrisi
yang baik tidak hanya membuat kita sehat dan karenanya mencerminkan kesehatan
mulut kita, tetapi juga menghasilkan kesehatan mulut yang baik.
Kekurangan Vitamin A dapat menyebabkan gusi bengkak, gusi berdarah dan penyakit
gusi lainnya. Kalsium dan Vitamin D membantu menjaga kesehatan gigi yang
kuat juga. Kalsium dan Vitamin D akan diserap pada gigi dan karenanya memberikan
kekuatan pada gigi. Tembaga, Seng, Besi, Yodium dan Kalium juga merupakan
mineral penting yang baik bagi kesehatan mulut. Ini bekerja dengan kalsium dan
fosfor dan mencegah kerusakan gigi juga.
1) Makanan
Yang Boleh Dimakan Dan Yang Harus Dihindari
Apa
yang Anda masukkan ke dalam mulut Anda pasti memberi efek pada gigi Anda. Ada
berbagai cara di mana nutrisi mempengaruhi mulut dan gigi. Makanan kaya kalsium
dan fosfor baik untuk gigi Anda. Makanan kaya omega-3 dan asam lemak juga akan
membantu untuk meningkatkan kesehatan mulut Anda. Makanan dan minuman yang
meningkatkan produksi air liur baik untuk kesehatan mulut Anda. Air liur
bekerja secara alami menetralkan asam yang meningkatkan kerusakan gigi dan
pembusukan. Selain itu juga membantu membersihkan partikel makanan kecil yang
menempel di gigi Anda. Semua jenis makanan manis harus dihindari untuk
kesehatan mulut yang baik serta mencegah produksi asam dan kerusakan makanan
dan pembusukan.
Makanan
yang manis dan lengket seperti permen, es, caramel, minuman bersoda dan
lain-lain dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan gigi. Perbanyaklah
mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang berserat dan berair yang baik
untuk kesehatan tulang dan gigi karena didalamnya mengandung vitamin C yang dapat
meningkatkan daya tahan tubuh. Contohnya adalah brokoli, semangka, jeruk, apel
dan sebagainya. Selain itu perlu juga menghindari makanan-makanan yang terlalu
panas atau dingin, makanan yang dapat menimbulkan bau mulut serta hindari
rokok.
2) Stres
dan Kesehatan Mulut
Mulut kering, kebiasaan kertak atau mengeretak
gigi (tooth grinding/bruxism) sering dikaitkan dengan stres. pengabaian
kesehatan mulut, dari mulai menghindari pemeriksaan gigi, sampai melewatkan
kegiatan menjaga kebersihan mulut yang sederhana seperti flossing dan menyikat
gigi dpat dipicu oleh stress. Stres dapat mengubah sikap kita terhadap
kesehatan gigi. Stres berarti pola makan yang buruk. Stres dan dampaknya pada
kesehatan mulut dan kesehatan secara umum bisa menjadi serius dan mengancam
jiwa, karenanya penting untuk mencoba tips-tips sederhana tentang bagaimana
menjaga kesehatan mulut dan gigi Anda.
2.5 Diet
Makanan
Diet yang dianjurkan terutama untuk memperbaiki kesehatan gigi
dan mulut :
1. Mengusahakan
diet karbohidrat serendah mungkin yang disesuaikan dengan kebutuhan kalori
dengan menjaga agar kalori yang berasal dari karbohidrat tidak lebih dari 50% jumlah
kalori yang dibutuhkan per hari, tetapi tidak kurang dari 30%.
2. Dalam
konsumsi karbohidrat sebaiknya dipilih bentuk larutan atau bentuk yang dapat
segera bersih dari rongga mulut, misalnya sayuran-sayuran hijau atau kuning,
karena merupakan karbohidrat yang baik dengan derajat retensi yang rendah
sehingga mengurangi pembentukan plak gigi dan adanya stimulasi aliran saliva.
3. Mengurangi
makanan yang manis dan lengket seperti kue-kue, permen, dan coklat.
4. Batasi
jumlah makan menjadi 3 kali sehari dengan menekan keinginan untuk makan
diantara jam-jam makan.
5. Menambah
masukan dari makanan seperti daging, ikan yang kaya akan protein dan fosfat
karena dapat menambah sifat basa dari saliva.
2.4 Menyikat
Gigi
Menyikat
gigi dengan menggunakan sikat gigi adalah bentuk penyingkiran plak secara
mekanis. Tujuan menyikat gigi adalah untuk menyingkirkan dan mencegah
terbentuknya plak, membersihkan sisa-sisa makanan, debris atau stein,
merangsang jaringan gingiva, dan melapisi permukaan gigi dengan fluor.
· Kontrol
Plak
Plak
di permukaan gigi dapat dipakai sebagai indikator kebersihan mulut. Penumpukan
plak dalam jumlah sedikit yang tidak terlihat secara visual dapat dideteksi
dengan disclosing material. Disclosing material ini
berguna untuk menilai serta mendidik kebersihan mulut anak-anak, karena mudah
untuk menerangkan bagian-bagian yang masih perlu untuk dibersihkan
lagi. Bahan pewarna (disclosing material) yang biasa digunakan
adalah iodine, mercurochrome, bahan pewarna makanan seperti gincu kue berwarna
merah dan bismarck brown. Ada juga larutan fuschin dan
eritrosin, tapi tidak dianjurkan lagi karena terbukti bersifat
karsinogenik. Bahan perwarana ada yang berbentuk cairan dan tablet. Cara
penggunaan bahan pewarna plak tersebut :
a. Bahan
pewarna cairan
Cairan pewarna
diteteskan beberapa tetes ke kapas yang dibulatkan, lalu dioleskan pada seluruh
permukaan gigi, kemudian kumur dengan air atau cairan pewarna dibiarkan di
dalam mulut selama 15-30 detik baru dibuang.
b. Bahan
pewarna tablet
Tablet dikunyah dan
kemudian biarkan bercampur dengan saliva dan biarkan saliva di dalam mulut
sekitar 30 detik baru dibuang. Setelah mengetahui bagian-bagian yang masih
terdapat plak gigi, kita melakukan pembersihan secara mekanis seperti menyikat
gigi. Tindakan ini merupakan kontrol plak.
· Manfaat
menyikat gigi setelah makan pagi
1. Mencegah
gigi berlubang, jika malam hari sudah menyikat gigi dan pagi harinya setelah
makan pagi menyikat gigi kembali, maka terjadinya risiko penumpukan plak dalam
rongga mulut kita secara otomatis akan berkurang sehingga akan mencegah risiko
terjadinya gigi berlubang.
2. Menyegarkan
napas, napas yang tidak sedap biasanya terjadi karena adanya kotoran di dalam
rongga mulut walau ada faktor lain penyebab bau mulut. Tetapi dengan menyikat
gigi setelah makan pagi, napas kita akan terasa lebih segar sebelum pergi
beraktifitas.
3. Menjadi
lebih percaya diri, memulai aktifitas kerja dengan napas yang segar dan gigi
yang bersih akan menambah percaya diri kita, kita bisa bebas tersenyum, bicara
dan tertawa.
· Manfaat
menyikat gigi setelah makan pagi
1. Mencegah
gigi berlubang, jika malam hari sudah menyikat gigi dan pagi harinya setelah
makan pagi menyikat gigi kembali, maka terjadinya risiko penumpukan plak dalam
rongga mulut kita secara otomatis akan berkurang sehingga akan mencegah risiko
terjadinya gigi berlubang.
2. Menyegarkan
napas, napas yang tidak sedap biasanya terjadi karena adanya kotoran di dalam
rongga mulut walau ada faktor lain penyebab bau mulut. Tetapi dengan menyikat
gigi setelah makan pagi, napas kita akan terasa lebih segar sebelum pergi
beraktifitas.
3. Menjadi
lebih percaya diri, memulai aktifitas kerja dengan napas yang segar dan gigi
yang bersih akan menambah percaya diri kita, kita bisa bebas tersenyum, bicara
dan tertawa.
· Manfaat
menyikat gigi sebelum tidur
Menurut
informasi kesehatan yang dikutip dari, dikatakan bahwa kuman akan semakin
berkembang pada malam hari saat kita sedang tidur, dimana mulut tidak melakukan
aktifitas. Aktifitas kuman dimalam hari biasanya akan meningkat 2x lipat
dibandingkan pada siang hari, karena saat tidur di mana mulut tidak melakukan
aktifitas seperti makan, minum atau ngobrol, air liur yang memang berfungsi
sebagai antiseptik alami dalam mulut kita akan berkurang, makanya kemampuan
saliva yang berfungsi untuk menetralisir kuman-kuman dalam mulut juga
berkurang. Sehingga apabila menyikat gigi sebelum tidur membuat kondisi mulut kita
bersih dapat dipastikan tidak akan terjadi karies atau peradangan pada gusi
yang yang mengakibatkan terjadinya pembentukan karang gigi karena plak yang
tidak dibersihkan.
· Cara
menyikat gigi yang baik dan benar
1. Pemilihan
sikat gigi yang benar
2. Gosok
gigi secara benar dan teratur 2x sehari
Gosok gigi yang baik dan
benar → sisa makanan dan plak dapat dibersihkan
a. Pilih
sikat gigi yang benar: gagang lurus, kepala sikat sesuai dengan mulut, bulu
sikat lembut karena yang keras dapat membuat gusi terluka dan menimbulkan
abrasi pada gigi, yaitu penipisan struktur gigi terutama di sekitar garis gusi.
Abrasi dapat membuat bakteri dan asam menghabiskan gigi karena lapisan keras
pelindung enamel gigi telah terkikis. Ganti sikat gigi jika bulu sikat sudah
rusak dan simpan di tempat yang kering sehingga dapat mengering setelah
dipakai. Jangan pernah meminjamkan sikat gigi kepada orang lain karena sikat
gigi mengandung bakteri yang dapat berpindah dari orang yang satu ke orang yang
lain meski sikat sudah dibersihkan.
b. Gosok
seluruh permukaan gigi serta lidah (untuk menyingkirkan bakteri dan agar napas
lebih segar).
c. Untuk
gigi atas gerakan sikat dari atas ke bawah dan sebaliknya.
d. Posisi
sikat gigi 45° di daerah perbatasan antara gigi dan gusi. Agar sisa makanan
yang mungkin masih menyelip dapat dibersihkan. Gunakan gerakan yang sama untuk
menyikat bagian dalam permukaan gigi.
e. Gosok
semua bagian permukaan gigi yang digunakan untuk mengunyah. Gunakan hanya ujung
bulu sikat gigi untuk membersihkan gigi dengan tekanan ringan sehingga bulu
sikat tidak membengkok. Biarkan bulu sikat membersihkan celah-celah gigi. Rubah
posisi sikat gigi sesering mungkin.
f. Untuk
membersihkan gigi depan bagian dalam, gosok gigi dengan posisi tegak dan
gerakkan perlahan keatas dan bawah melewati garis gusi.
g. Gunakan
odol secukupnya + fluor
Pasta gigi adalah bahan
yang digunakan bersama-sama sikat gigi untuk membersihkan dan memoles seluruh
permukaan gigi. Fungsi utama pasta gigi adalah membantu sikat gigi dalam
membersihkan permukaan gigi dari pewarnaan gigi dan sisa-sisa makanan, fungsi
sekundernya untuk memperkilat gigi dan mempertinggi kesehatan gingiva serta
mengurangi bau mulut. Umumnya pasta gigi mengandung bahan abrasif 20-40%, air
20-40%, pelembab 20-40%, detergen 1-2%, bahan pengikat 2%, bahan penyegar ±2%,
bahan pemanis ±2%, bahan terapeutik ±5%, dan pewarna <1%.4,28 Pasta gigi
terapeutik dibagi dalam 2 kelompok yaitu:
1) Pasta
gigi terapeutik yang tidak mengandung fluor seperti pasta gigi yang mengandung
klorofil, antibiotik, ammonium dan enzim inhibitor.
2) Pasta
gigi terapeutik yang mengandung fluor untuk mencegah terjadinya karies gigi
seperti : sodium fluoride 0,22%, stannous fluoride 0,4% dan sodium
monofluorophosphate 0,76%.
Anak
prasekolah sudah dianjurkan untuk memakai pasta gigi yang mengandung fluor
karena kemampuan refleks penelanan anak sudah lebih baik, sehingga anak sudah
dapat berkumur dan meludahkan cairan yang terdapat dalam mulutnya.8 Jumlah
pasta gigi yang dioleskan hanya sebesar biji kacang polong kecil sehingga kadar
fluor yang masuk kedalam tubuh anak masih dalam batas yang normal walaupun anak
menelan pasta giginya serta untuk mencegah terjadinya fluorosis.
· Waktu
dan frekuensi menyikat gigi
Menurut American
Dental Association (ADA) menyatakan bahwa pasien harus menyikat gigi,
secara teratur minimal dua kali sehari yaitu pagi hari setelah sarapan dan
malam sebelum tidur. Penelitian menunjukkan bahwa menyikat gigi sekali sehari
pada anak, menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor akan mencegah
terbentuknya karies gigi. Menyikat gigi khususnya pada malam hari sangat
penting, bertujuan untuk mencegah plak dan debris (sisa-sisa makanan) yang
melekat di permukaan gigi setiap malam.27 Lamanya penyikatan tidak ditentukan,
tetapi biasanya dianjurkan selama 2-3 menit.
· Cara
Membersihkan Gigi
2.7 Penambalan
Gigi
Penambalan
gigi adalah suatu tindakan perawatan dengan cara meletakkan suatu bahan tambal
pada lubang gigi yang telah dibersihkan. Bahan tambalan yang biasanya digunakan
bermacam-macam tergantung letak dan fungsi dari pada gigi tersebut. Penambalan
gigi terhadap gigi yang berlubang sebaiknya dilakukan sedini mungkin sebelum
kelainannya menjadi lebih berat lagi. Apabila penambalan dilakukan sedini
mungkin, kunjungan ke dokter gigi menjadi lebih sedikit, dalam artian sekali
datang bisa langsung dilakukan penambalan langsung. Apabila kelainannya sudah
lebih berat, maka gigi tersebut harus dilakukan perawatan terlebih dahulu
sehingga memerlukan kunjungan yang lebih banyak. Pada sekarang ini jenis bahan
tambal sudah lebih baik lagi, baik dari segi kekuatan atau pun kemiripan bahan
tambal dengan warna gigi, sehingga gigi yang sudah ditambal tidak terlihat
telah di tambal.
Secara
garis besar, ada dua tipe bahan restorasi gigi :
1. Restorasi langsung (direct restoration).
Proses penambalan
dilakukan dengan satu kali kunjungan. Yang termasuk dalam bahan restorasi ini
antara lain: amalgam gigi, semen ionomer kaca (SIK), resin ionomer, dan
beberapa golongan resin komposit.
2. Restorasi tidak langsung (indirect
restoration).
Umumnya dilakukan
kunjungan minimal dua kali atau bahkan lebih, tergantung jenis perawatannya.
Yang termasuk restorasi ini antara lain: inlays, onlays, veneers (pelapisan
gigi), mahkota dan jembatan yang dibuat dengan emas, bahan dasar metal alloys,
keramik atau komposit. Restorasi ini biasanya juga melibatkan pekerjaan
laboratoris. Dokter gigi akan melakukan prosedur pencetakan pada pasien untuk
memperoleh model gigi dan rongga mulut pasien.
3. Veneer
(pelapisan gigi) adalah perawatan gigi yang dilakukan
pada gigi yang tidak beraturan ringan dan gigi dengan bentuk tidak normal
4. Crown (selubung gigi)
dilakukan pada gigi yang patah, kerusakan yang luas, dan gigi yang tidak bisa
ditambal. Gigi yang patah dibuatkan selubung gigi, sedangkan bridge merupakan
cara perawatan untuk mengisi celah dari satu atau lebih gigi yang hilang.
Perawatan ini dilakukan karena kehilangan satu gigi dan adanya masalah gigitan
dan sendi rahang yang ditimbulkan dari gigi yang sudah bergeser.
2.8 Pencabutan
Gigi
Pencabutan
gigi dilakukan apabila gigi tersebut sudah tidak dapat lagi dipertahankan dan
apabila gigi tersebut menjadi penyebab dari infeksi di dalam ronggan mulut dan
dapat menyebabkan kelinan ke organ yang lainnya. Sebagai salah satu contoh gigi
yang harus dicabut ialah gigi rahang bawah yang paling ujung dan tertanam dan
menyebabkan sakit dan bengkak, bahkan dapat menyebabkan kesulitan buka mulut.
Karena terjadi peradangan disekitar gigi tersebut dan mempengaruhi jaringan
otot disekitarnya sehingga ototnya menjadi tegang dan sulit untuk membuka
mulut, pencabutan gigi ini termasuk ke dalam operasi karena tingkat
kesulitannya dibandingkan pencabutan gigi yang biasa.
2.9 Kontrol
Enam Bulan Sekali
Meskipun
mungkin tidak terdapat keluhan apapun dari rongga mulut, tetapi pemeriksaan
gigi sebaiknya dilakukan 6 bulan sekali. Hal tersebut berguna untuk mencegah
perkembangan penyakit gigi dan gusi lebih lanjut. Pemeriksaan gigi yang
dilakukan 6 bulan sekali setidaknya sekaligus untuk dilakukan pembersihan karang
gigi atau yang biasa disebut dengan scaling oleh dokter gigi. Mengunjungi
dokter gigi untuk melakukan pemeriksaan tidak hanya bermanfaat untuk mengetahui
jika ada kelainan yang berkembang di rongga mulut. Namun juga dapat untuk
mengetahui jika ada perkembangan penyakit sistemik yang bermanifestasi di
rongga mulut. Jika dokter gigi mendapati kondisi demikian, biasanya akan
merujuk pada dokter yang berkompeten.
Masalah
gigi berlubang masih banyak dikeluhkan baik oleh anak-anak maupun dewasa dan
tidak bisa dibiarkan hingga parah karena akan memengaruhi kualitas hidup.
Karena itulah, untuk mencegahnya, minimal periksakan kondisi gigi ke dokter
gigi minimal 6 bulan sekali.
Menurut
Drg Ratu Mirah Afifah GCClindent., MDSc, Professional Relationship Manager Oral
Care, PT Unilever Indonesia, Tbk, permasalahan gigi akan menyebabkan seseorang
mengalami rasa sakit, ketidaknyamanan, cacat, infeksi akut dan kronis, gangguan
makan dan tidur serta memiliki risiko tinggi untuk dirawat di rumah sakit.
Akibatnya, akan membutuhkan biaya pengobatan tinggi dan berkurangnya waktu
belajar di sekolah.
Dicontohkan,
di Indonesia, sakit gigi bisa berakibat seseorang kehilangan waktu kerja
atau sekolah rata-rata 4 hari setiap bulannya dan hal ini juga terjadi di
negara maju seperti Amerika Serikat dimana lebih dari 51 juta jam sekolah
hilang setiap tahunnya dikarenakan penyakit gigi dan mulut. "Untuk itulah,
dianjurkan perlunya mengunjungi dokter gigi setiap 6 (enam) bulan sekali untuk
mencegah, mendeteksi secara dini bila ada kelainan dan mendapatkan perawatan
gigi segera sebelum keadaan menjadi parah. Disebutkan, data global juga
menunjukkan bahwa penyakit gigi dan mulut menjadi masalah dunia yang dapat
mempengaruhi kesehatan secara umum dan kualitas Kesehatan.
Seperti general
check up kesehatan tubuh dari mata, telinga, denyut jantung, tekanan
darah, hingga urine dan tinja, pemeriksaan gigi bermaksud untuk pencegahan
penyakit gigi dan mulut akan meneropong kondisi rongga mulut secara menyeluruh,
meliputi kondisi gusi, ludah, bau mulut, gigi, termasuk email gigi. Berdasarkan
kondisi inilah bisa dilakukan penanggulangan.
Kondisi
gusi diperiksa untuk mengetahui apakah ada perdarahan atau radang gusi
(gingivitis) dengan alat yang disebut WHO probe. Gusi di tiap gigi ditekan
ringan. Kalau tak sehat, dengan tekanan ringan saja gusi akan berdarah. Kalau
terjadi radang gusi, karena terjadi di jaringan penyangga gigi, risiko gigi
tanggal mencapai 1 – 6 kali. Karena masuknya kuman dapat menyebabkan radang
gusi, terutama dari jenis anaerob. Masuknya kuman itu bisa terjadi jika
kebersihan kurang terjaga. Gejala radang gusi yang mudah dirasakan adalah saat
sikat gigi, gusi berdarah, dan linu saat minum dingin atau asam.
Jika
masih ringan, penanganannya bisa dilakukan dengan menyikat gigi secara benar.
Sebaliknya, bila sudah terjadi kelainan, misalnya terbentuk kantung gusi karena
gingivitis, tindakan medis mesti dilakukan. Bila ukuran kantung gusinya
berkisar 3 – 5 mm, dilakukan pembersihan dengan dikuret. Bila kantung gusi
telah lebih dari 6 mm, tenpaksa dilakukan operasi gusi.
Sedangkan kondisi
ludah yang diperhatikan adalah jumlah, kekentalan, kadar keasaman, dan
protein. PH ludah normal adalah 6 – 7. Makin cair makin bagus. Kalau terlalu
kental, mulut akan kering karena kekurangan enzim pengendali jumlah kuman.
Dengan bertambahnya usia, bisa terjadi syorgan syndrome, berkurangnya produk si
ludah. Keadaan ini bisa ditanggulangi dengan pemberian obat. Juga dibantu
dengan perilaku sehat, yaitu banyak berkumur dan minum.
Kalau
ada yang berlubang, ya ditambal. Kalau sudah ada yang ompong, meskipun terletak
di bagian dalam yang tak terlihat bila tersenyum, sebaiknya dipasangi gigi
palsu. Ini penting, karena gigi selalu mencari kontak baru. Kalau ada lawannya,
ia akan berhenti bergerak. Gigi palsu itu bukan sekadar untuk tampil cantik,
tapi untuk membantu memperbaiki dan mempertahankan struktur.
Jika
gigi berlubang dan ompong dibiarkan, kita akan cenderung mengunyah di sisi gigi
yang tak berlubang dan ompong. Padahal, posisi mengunyah yang ideal harus seimbang.
Sisi yang tak dipakai mengunyah akan membuat makanan di sana tak hancur,
lama-lama karang gigi menutup permukaan gigi. Jika dibiarkan, akan berpengaruh
ke otot leher hingga timbul keluhan pusing. Rahang sendi pun bisa berkelainan,
karena fungsi gigitan tak seimbang. Akhirnya, bisa mengganggu fungsi
pendengaran.