BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses yang
mengembangkan dan memperkuat kemampuan masyarakat untuk terus terlibat dalam
proses pembangunan yang berlangsung secara dinamis sehingga masyarakat dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapi serta dapat mengambil keputusan secara
bebas (independent) dan mandiri (Oakley, 1991; dan Fatterman, 1996). Manusia
memiliki berbagai daya, yakni daya atau kekuatan berfikir, bersikap, dan
bertindak. Daya-daya itulah yang harus ditumbuhkembangkan pada manusia dan
kelompok manusia agar tingkat berdayanya optimal untuk mengubah diri dan
lingkungannya. Pemberdayaan masyarakat pada hakekatnya adalah sama dengan
pembangunan masyarakat. Beberapa pendekatan dalam pembangunan masyarakat yang
berkembang antara lain:
1.
Pendekatan pada masyarakat secara menyeluruh. Pendekatan ini
menuntut partisipasi yang luas, masyarakat sebagai konsep sentral, serta
memerlukan pendekatan holistik.
2.
Pendekatan berdasarkan kemandirian.
3.
Pendekatan pemecahan masalah tertentu.
4.
Pendekatan demonstrative.
5.
Pendekatan eksperimental.
6.
Pendekatan konflik kekuasaan.
Konsep pemberdayaan masyarakat dalam pandangan UNICEF (1997)
pendekatannya bertumpu pada risiko di keluarga, kebutuhan dan hak-haknya dalam
rangka menentukan prioritas dan strategi pembangunan. tingkat kematian ibu yang
tinggi, kekeurangan gizi ibu dan anak, rendahnya tngkat pendidikan / kualitas
pendidikan yang rendah, penyakit HIV / AIDS dan psikotropika, serta anak-anak
yang memerlukan upaya perlindungan khusus merupakan lima masalah pokok yang
selalu bergantian.Hasil kajian UNICEF menunjukkan bahwa intervensi paling
strategis adalah pada kelompok remaja, kelompok yang menempati posisi terbesar
dari penduduk negara kita. Dalam pertimbangan sosial dan ekonomi, kelompok
remaja (10-19 tahun) merupakan kelompok yang akan memasuki pasar kerja,
sehingga potensinya untuk menjadi pekerja yang disiplin, terampil dan fleksibel
harus dimaksimalkan.
B. Tujuan
Untuk
mengetahui ‘Masalah Kesehatan Diabetes
Mellitus Yang terjadi pada Masyarakat di Wilayah Puskesmas Jayabaru, Yang
Bertujuan Untuk Membuat Kegiatan Atau Program Tertentu Yang Dapat Dijadikan
Sebagai Solusi Atas Pemecahan Permasalahan Yang Terjadi di Daerah Tersebut’.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Diabetes Melitus
Diabetes merupakan permasalahan
kesehatan serius di seluruh dunia.Diperkirakan
15,7 juta orang di Amerika Serikat menderita diabetesmellitus. Perkiraan
tersebut, merupakan perhitungan antara diabetes yangterdiagnosa dan tidak
terdiagnosa, sebanyak 5,9 % populasi di AmerikaSerikat menderita diabetes
mellitus. Diabetes Mellitus menyebabkankematian lebih dari 162.200 jiwa pada
tahun 1996. Diabetes termasuk tujuh penyebab utama kematian pada daftar angka
kematian di AS, tapi diabetesdiyakini termasuk kematian yang tidak tidak
terlaporkan, antaranya adalahkondisi dan penyebab kematian. Diabetes adalah
penyebab utama darikebutaan. Lebih dari 60 sampai 65% penderita diabetes
menderitahipertensi. Hal yang mengejutkan biaya pengeluaran untuk
pengobatansecara langsung dan tidak langsung untuk diabetes pada tahun
1997diperkirakan mencapai 98 juta dolar. Banyaknya biaya tidak memberikantimbal
balik yang kehidupan patien diabetes dan keluarganya.(Sharon nMargaret 2000) Penderita
diabetes mellitus di Indonesia terus meningkat setiaptahunnya, hal ini
dihubungkan dengan meningkatnya angka kesejahteraan.Persentase penderita
diabetes mellitus lebih besar di kota daripada di desa,14,7% untuk dikota dan
7,2% di desa. Indonesia menduduki peringkatkeenam di dunia dalam hal jumlah terbanyak
penderita diabetes.Dari penjelasan yang tersebut diatas peranan soerang perawat
sangat penting dalam pemberian asuhan keperawatan untuk menurunkan
angkakesakitan dan angka kematian yang disebabkan karena diabetes
mellitus,sehingga diharapkan mahasiswa keperawatan dapat memahami danmenguasai
konsep asuhan keperawatan pada pasien diabetes mellitus.
B.
Pengendalian Penyakit Diabetes Melitus Pada Pasien Di
Puskesmas Jayabaru
Diabetes Melitus (DM)
tipe
2 merupakan kelainan metabolisme kronik yang ditandai dengan
peningkatan kadar gula darah
disertai dengan kelainan metabolisme
karbohidrat, protein, dan lemak akibat kurang
insulin baik karena disfungsi pankreas ataupun disfungsi insulin absolut.
Kecurigaan adanya DM perlu
mendapatkan perhatian bila ada
keluhan klasik DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan terjadi penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya.
Pada tahun 2012, sebanyak 1,5 juta
kematian di dunia disebabkan
oleh penyakit DM. Tambahannya
sebanyak 2,2 juta kematian karena
peningkatan glukosa darah dari
yang optimal. Hal ini meningkatkan risiko penyakit
kardiovaskular, kanker, serta
penyakit lain dan umumnya terjadi
sebelum usia 70 tahun.
Angka kejadian DM tahun 2015 sebanyak
415 juta jiwa di
dunia, dan pada tahun 2040
diperkirakan meningkat mencapai 642
juta orang, dengan proporsi
kejadian DM tipe
2 sebanyak 95%. Angka ini terus
bertambah hingga 3% atau sekitar tujuh juta orang setiap
tahunnya, 80% penderita terdapat di negara
yang penghasilannya kecil dan menengah
padahal untuk melakukan pengobatan
dan pemeliharaan
DM memerlukan
biaya yang besar.
Prevalensi DM tipe 2 di Indonesia
berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2013 sebesar 2,1%. Provinsi Aceh termasuk dalam 10
provinsi yang mempunyai
prevalensi DM di atas prevalensi nasional. Hasil
Riskesdas 2007 prevalensi
DM di Aceh sebesar
1,7%, angka ini mengalami peningkatan pada
tahun 2013 menjadi 2,6% penderita.
Faktor
risiko DM tipe 2 diantaranya adalah umur, berat badan
berlebih atau obesitas, kurang aktifitas fisik, riwayat orang tua DM tipe 2,
etnik, diabetes gestasional, hipertensi, HDL rendah, trigliserida
tinggi, dan memiliki riwayat penyakit kardio vaskuler. Sekitar 30% penderita
DM tidak menyadari
keberadaan penyakitnya dan saat diagnosis ditegakkan
sekitar 25% sudah terjadi komplikasi. Padahal pengelolaan dan pengontrolan yang tepat bisa meminimalisir
terjadinya komplikasi.
Tindakan yang dapat dilakukan
yaitu dengan melakukan pengendalian
HbA1c, glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid penderita serta pengelolaan penderita dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan
perubahan perilaku. Untuk mencapai hal tersebut,
penderita sebaiknya melakukan pemeriksaan fisik dan
laboratorium secara berkala. Selain
itu hendaknya
penderita mengerti
hasil dari pemeriksaan tersebut,
terutama hal-hal yang
berhubungan tentang pengendalian DM.
Keberhasilan pengendalian DM juga didukung oleh penatalaksanaan DM dengan
tepat dan perubahan perilaku.
Untuk tercapainya perubahan perilaku,
penderita diharapkan mempunyai pengetahuan
yang cukup tentang diabetes. Selain pengetahuan,
pengaturan makan merupakan hal yang harus dilakukan
oleh penderita DM. Perlu
penekanan pentingnya keteraturan makan dalam
hal jadwal makan,
jenis, dan jumlah makanan terutama
pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah maupun
insulin. Hal lain yang harus
diperhatikan adalah aktivitas fisik dan kepatuhan terhadap obat.
Aktivitas fisik selama 20-30 menit yang dilakukan 3-4 kali seminggu dapat meningkatkan
insulin sehingga kadar glukosa
darah menurun. Olahraga yang kurang menyebabkan
makanan yang masuk ke tubuh tidak
dibakar melainkan ditimbun sebagai lemak dalam tubuh. Begitu halnya dengan
kepatuhan terhadap obat, perilaku
keteraturan minum obat berhubungan
dengan keberhasilan pengelolaan DM. Kepatuhan
ini dinilai dari
kesesuaian antara anjuran dokter
dengan realita yang dilakukan
pasien.
Penyakit DM di Puskesmas Jayabaru
termasuk kunjungan terbanyak untuk
rawat jalan dalam setahun yaitu sebanyak
8.562 kali (3,51%). Hal ini juga
didasarkan dari Laporan Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh dimana penderita dan komplikasi DM terus mengalami peningkatan.
Hasil
analisis sebelumnya didapatkan bahwa nilai
glikemik pasien sebagian besar
tidak terkontrol yaitu lebih banyak
pada penderita DM yang
perempuan, usia
lanjut, pendidikan rendah,
tidak bekerja, dan lama
menderita DM selama
1-5 tahun.12,13 Untuk selanjutnya perlu diketahui
bagaimana pengelolaan DM melalui
manajemen pengetahuan, kontrol asupan
makanan, aktivitas fisik dan kepatuhan
terhadap obat secara
bersama-sama akan mempengaruhi keberhasilan pengendalian DM tipe 2, sehingga
menjadi penting untuk melakukan evaluasi
penerapan manajemen pengelolaan DM.
C.
Metode Yang Digunakan
Dalam Kasus Ini Yaitu ‘Participatory Rural Appraisal (PRA)’
1. Pengertian Participatory Rural Appraisal (PRA)
PRA
yang dikembangkan oleh Robert Chamber lebih ditunjukkan untuk orang luar,
bagaimana seharusnya orang luar yang membantu masyarakat untuk mengembangkan
dirinya, mendudukan posisinya ditengah-tengah masyarakat. Orang luar ini bisa
para pegawai pemerintah, anggota LSM, orang-orang Perguruan Tinggi dll.
PRA
itu sendiri menurutnya adalah metode yang mendorong masyarakat puntuk turut
serta meningkatkan pengetahuan dan menganalisa kondisi mereka sendiri,
wilayahnya sendiri yang berhubungan dengan hidup mereka sehari-hari agar dapat
membuat rencana dan tindakan yang harus dilakukan, dengan cara pendekatan
berkumpul bersama.
2. Penerapan
Metode PRA
Participatory Rural Appraisal
(PRA) atau
Pemahaman Partisipatif Kondisi Pedesaan (PRA) adalah pendekatan dan metode yang
memungkinkan masyarakat secara bersama-sama menganalisis masalah kehidupan
dalam rangka merumuskan perencanaan dan kebijakan secara nyata. Metode dan
pendekatan ini semakin meluas dan diakui kegunaannya ketika paradigma pembangunan
berkelanjutan mulai dipakai sebagai landasan pembangunan di negara-negara
sedang berkembang.. Dalam paradigma pembangunan berkelanjutan, manusia
ditempatkan sebagai inti dalam proses pembangunan. Manusia dalam proses
pembangunan tidak hanya sebagai penonton tetapi mereka harus secara aktif ikut
serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan menikmati hasil
pembangunan. Metode dan pendekatan yang tampaknya sesuai dengan tuntutan
paradigma itu adalah metode dan pendekatan yang partisipatif.
Metode
PRA mulai menyebar dengan cepat pada tahun 1990-an yang merupakan bentuk
pengembangan dari metode Pemahaman Cepat Kondisi Pedesaan (PCKP) atau Rapid Rural Appraisal (RPA) yang
menyebar pada tahun 1980-an. Kedua metode tersebut saling berhubungan erat dan
masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya dan bisa saling melengkapi.
Tabel 1. Pendekatan-pendekatan untuk memajukan partisipasi
1
|
Partisipasi Pasif, pelatihan
dan informasi
|
Pendekatan " kami
lebih tahu apa yang
baik bagimu"
|
Tipe komunikasi satu arah seperti antara guru dan muridnya
yang diterapkan diantara petugas kesehatan dan masyarakat setempat pada saat
kunjungan ke Puskesmas. Paket-paket teknis yang berbeda diiklankan kepada
masyarakat untuk menerimanya
|
2
|
Sesi partisipasi aktif
|
Pendekatan
"pelatihan dan
kunjungan"
|
Dialog dan komunikasi dua arah memberikan
kepada masyarakat kesempatan untuk berinteraksi dengan
penyuluh / petugas dan pelatih dari luar.
|
3
|
Partisipasi dengan
keterikatan
|
Pendekatan "kontrak,
tugas yang dibayar": bila Anda melakukan ini, maka
proyek
akan melakukan itu.
|
Masyarakat setempat, baik sebagai pribadi ataupun kelompok
kecil, diberikan pilihan untuk terikat pada sesuatu dengan tanggungjawab atas
setiap kegiata. Model ini memungkinkan untuk beralih dari model klasik ke
model yang diberi subsidi, panitia setempat bertanggungjawab atas
pengorganisasian dan pelaksanaan tugas. Manfaatnya, dapat dibuat modifikasi
seiring tujuan yang diinginkan.
|
4
|
Partisipasi atas permintaan
setempat
|
Pendekatan PRA dan kegiatan penelitian, pendekatan yang
didorong oleh
permintaan
|
Pelayanan kesehatan lebih berfokus pada menjawab kebutuhan
yang dinyatakan oleh masyarakat setempat, bukan kebutuhan yang dirancang dan
disuarakan tipikal; tidak ada jadual
untuk intervensi fisik; tidak ada anggaran untuk suatu periode tertentu;
tidak ada rencana pelaksanaan suatu program kesehatan
. Masalahnya: bagaimana masyarakat/pasien setempat
dapat memberi perhatian terhadap sesuatu yang baru dan berbeda,
apabila sebelumnya mereka tidak
mengetahui apapun mengenai apa yang akan terjadi. Metode
yang dipakai adalah motivasi dan animasi, bukan 'menjual atau mendorong'.
Pertanyaan sukarela dan permintaan untuk bantuan serta lebih banyak informasi
jelas diperlukan.
|
Namun
dalam perkembangannya, metode PRA banyak digunakan dalam proses pelaksanaan
program pelayanan kesehatan, pembangunan secara partisipatif, baik pada tahap
perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasannya.
3. Tujuan
Penerapan Metode PRA
Pada
intinya PRA adalah sekelompok pendekatan atau metode yang memungkinkan
masyarakat untuk saling berbagi meningkatkan, dan menganalisis pengetahuan
mereka tentang kondisi dan kehidupa, serta membuat rencana dan tindakan nyata
(Chambers, 1996). Beberapa prinsip dasar yang harus dipenuhi dalam metode PRA
anatara lain adalah :
· saliang
belajar dan berbagi pengalaman,
· keterlibatan
semua anggota kelompok dan informasi,
· orang
luar sebagai fasilitator,
· konsep
triangulasi,
· serta
optimalisasi hasil,
· orientasi
praktis dan keberlanjutan program (Rochdyanto, 2000:55).
Metode
tersebut dipandang telah memiliki teknis-teknis yang dijabarkan cukup
operasional dengan konsep bahwa keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dalam
seluruh kegiatan. Pendekatan PRA memang bercita-cita menjadikan masyarakat
menjadi peneliti, perencana, dan pelaksana pembangunan dan bukan sekedar obyek
pembangunan. Tekanan aspek penelitian bukan pada validitas data yang diperoleh,
namun pada nilai praktis untuk pengembangan program itu sendiri. Penerapan
pendekatan dan teknik PRA dapat memberi peluang yang lebih besar dan lebih
terarah untuk melibatkan masyarakat. Selain itu melalui pendekatan PRA akan
dapat dicapai kesesuaian dan ketepatgunaan program dengan kebutuhan masyarakat
sehingga keberlanjutan (sustainability) program dapat terjamin.
4. Prinsip-Prinsip
PRA
a) Saling
belajar dari kesalahan dan berbagi pengalaman dengan masyarakat.
Prinsip
dasar PRA bahwa PRA adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. Ini berarti bahwa
PRA dibangun dari pengakuan serta kepercayaan masyarakat yang meliputi
pengetahuian tradisional dan kemampuan masyarakat untuk memecahkan persoalannya
sendiri. Prinsip ini merupakan pembalikan dari metode pembelajaran konvensional
yang bersifat mengajari masyarakat. Kenyataan membuktikan bahwa dalam
perkembangannya pengalaman dan pengetahuan tradisional masyarakat tidak sempat
mengejar perubahan yang terjadi, sementara itu pengetahuan modern yang
diperkenalkan orang luar tidak juga selalu memecahkan masalah. Oleh karenanya
diperlukan ajang dialog di antara ke duanya untuk melahirkan sesuatu program
yang lebih baik. PRA bukanlah suatu perangkat teknik tunggal yang telah
selesai, sempurna, dan pasti benar. Oleh karenanya metode ini selalu harus
dikembangkan yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Kesalahan yang
dianggap tidak wajar, bisa saja menjadi wajar dalam proses pengembangan PRA.
Bukannya kesempurnaan penerapan yang ingin dicapai, namun penerapan
sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan yang ada dan mempelajari kekurangan yang
terjadi agar berikutnya menjadi lebih baik. Namun PRA bukan kegiatan coba-coba
(trial and error) yang tanpa perhitungan kritis untuk meminimalkan kesalahan.
b) Keterlibatan
semua anggota kelompok, menghargai perbedaan, dan informal.
Masyarakat
bukan kumpulan orang yang homogen, namun terdiri dari berbagai individu yang
mempunyai masalah dan kepentingan sendiri. Oleh karenanya keterlibatan semua
golongan masyarakat adalah sangat penting. Golongan yang paling diperhatikan
justru yang paling sedikit memiliki akses dalam kehidupan sosial komunitasnya
(miskin, perempuan, anak-anak, dll). Masyarakat heterogen memiliki pandangan
pribadi dan golongan yang berbeda. Oleh karenanya semangat untuk saling
menghargai perbedaan tersebut adalah penting artinya. Yang terpenting adalah
pengorganisasian massalah dan penyusunan prioritas masalah yang akan diputuskan
sendiri oleh masyarakat sebagai pemiliknya. Kegiatan PRA dilaksanakan dalam
suasana yang luwes, terbuka, tidak memaksa, dan informal. Situasi santai
tersebut akan mendorong tumbuhnya hubungan akrab, karena orang luar akan
berproses masuk sebagai anggota bukan sebagai tamu asing yang harus disambut
secara protokoler. Dengan demikian suasana kekeluargaan akan dapat mendorong
kegiatan PRA berjalan dengan baik.
c) Orang
luar sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai pelaku.
Konsekuensi
dari prinsip pertama, peran orang luar hanya sebagai fasilitator, bukan sebagai
pelaku, guru, penyuluh, instruktur, dll. Perlu bersikap rendah hati untuk
belajar dari masyarakat dan menempatkannya sebagai nara sumber utama. Bahkan
dalam penerapannya, masyarakat dibiarkan mendominasi kegiatan. Secara ideal
sebaiknya penentuan dan penggunaan teknik dan materi hendaknya dikaji bersama,
dan seharusnya banyak ditentukan oleh masyarakat.
d) Konsep
triangulasi
Untuk
bisa mendapatkan informasi yang kedalamannya dapat diandalkan, bisa digunakan konsep
triangulasi yang merupakan bentukpemeriksaan dan pemeriksaan ulang (check and
recheck). Triangulasi dilakukan melalui penganekaragaman keanggotaan tim
(disiplin ilmu), sumber informasi (latar belakang golongan masyarakat, tempat),
dan variasi teknik.
1. Penggunaan
variasi dan kombinasi berbagai teknik PRA, yaitu bersama masyarakat bisa
diputuskan variasi dan kombinasi teknik PRA yang paling tepat sesuai dengan
proses belajar yang diinginkan dan cakupan informasi yang dibutuhkan dalam pengembangan
program
2. Menggali
berbagai jenis dan sumber informasi, dengan mengusahakan kebenaran data dan
informasi (terutama data sekunder) harus dikaji ulang dan sumbernya dengan
menggunakan teknik lain.
3. Tim
PRA yang multidisipliner, dengan maksud sudut pandang yang berbeda dari anggota
tim akan memberi gambaran yang lebih menyeluruh terhadappenggalian informasi
dan memberi pengamatan mendalam dari berbagai sisi.
e) Optimalisasi
hasil
Pelaksanaan
PRA memerlukan waktu, tenaga narasumber, pelaksana yang terampil, partisipasi
masyarakat yang semuanya terkait dengan dana. Untuk itu optimalisasi hasil
dengan pilihan yang menguntungkan mutlak harus dipertimbangkan. Oleh karenanya
kuantitas dan akurasi informasi sangat diperlukan agar jangan sampai kegiatan
yang berskala besar namun biaya yang tersedia tidak cukup.
f) Berorientasi
praktis
Orientasi
PRA adalah pemecahan masalah dan pengembangan program. Dengan demikian
dibutuhkan penggalian informasi yang tepat dan benar agar perkiraan yang tepat
akan lebih baik daripada kesimpulan yang pasti tetapi salah, atau lebih baik
mencapai perkiraan yang hampir salah daripada kesimpulan yang hampir benar.
g) Keberlanjutan
program
Masalah
dan kepentingan masyarakat selalu berkembang sesuai dengan perkembangan
masyarakat itu sendiri. Karenanya, pengenalan masyarakat bukan usaha yang
sekali kemudian selesai, namun merupakan usaha yang berlanjut. Bagaimanapun
juga program yang mereka kembangkan dapat dipenuhi dari prinsip dasar PRA yang
digerakkan dari potensi masyarakat.
h) Mengutamakan
yang terabaikan
Prinsip
ini dimaksudkan agar masyarakat yang terabaikan dapat memperoleh kesempatan
untuk berperan dan mendapat manfaat dalam kegiatan program pembangunan.
Keperpihakan pada pihak atau golongan masyarakat yang terabaikan bukan berarti
bahwa golongan masyarakat lainnya (elite masyarakat) perlu mendapat giliran
untuk diabaikan atau tidak diikutsertakan. Keberpihakan ini lebih pada upaya
untuk mencapai keseimbangan perlakuan terhadap berbagai golongan dan lapisan
yang ada di masyarakat, dengan mengutamakan golongan paling miskin agar
kehidupannya dapat meningkat.
i) Pemberdayaan
(Penguatan) masyarakat
Kemampuan
masyarakat ditingkatkan melalui proses pengkajian keadaan, pengambilan keputusan,
penentuan kebijakan, peilaian dan koreksi terhadap kegiatan yang dilakukan.
Dengan demikian masyarakat memiliki akses peluang dan kesempatan) serta
memiliki kemampuan memberikan keputusan dan memilih berbagai keadaan yang
terjadi. Dengan demikian mereka dapat mengurangi ketergantungan terhadap
bantuan ‘orang luar’
j) Santai
dan informal
Penyelenggaraan
kegiatan PRA bersifat luwes, tidak memaksa, dan informal sehingga antara orang
luar dan masyarakat setempat terjalin hubungan yang akarab, orang luar akan
berproses masuk sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian kedatangan orang
luar tidak perlu disambut atau dijamu secara adat oleh masyarakat dan tokohnya
maupun oleh pemerintah setempat. Orang luar yang masuk harus
memperhatikan jadwal atau waktu kegiatan masyarakat, sehingga
penerapan PRA tidak mengganggu kegiatan rutin masyarakat.
k) Keterbukaan
PRA
sebagai metode dan perangkat teknik pendekatan kepada masyarakat masih belum
sempurna, dan belum selesai. Berbagai teknik penerapannya di dalam praktik
masih terus dikembangkan dan disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan
masyarakat setempat. Oleh karena itu berbagai pengalaman penerapan tersebut
diharapkan dapat memberikan sumbangan pemi kiran untuk memperbaiki konsep dan
pemikiran serta dalam merancang teknik-teknik baru sehingga sangat berguna
dalam memperkaya metode ini.
5. Struktur Program
Karena
tujuan penerapan metode PRA adalah pengembangan program bersama masyarakat,
penerapannya perlu senantiasa mengacu pada siklus pengembangan program.
Gambaran umum siklus tersebut secara ringkas adalah sebagai berikut :
a. Pengenalan
masalah/kebutuhan dan potensi, dengan maksud untuk
menggali informasi tentang keberadaan lingkungan dan masyarakat
secara umum.
b. Perumusan
masalah dan penetapan prioritas guna memperoleh rumusan atas dasar masalah dan
potensi setempat.
c. Identifikasi
alternatif pemecahan masalah atau pengembangan gagasan guna membahas berbagai
kemungkinan pemecahan masalah melalui urun rembug masyarakat.
d. Pemilihan
alternatif pemecahan yang paling tepat sesuai dengan kemampuan masyarakat dan
sumber daya yang tersedia dalam kaitannya dengan swadaya.
e. Perencanaan
penerapan gagasan dengan pemecahan masalah tersebut secara konkrit agar implementasinya
dapat secara mudah dipantau.
f. Penyajian
rencana kegiatan guna mendapatkan masukan untuk penyempurnaannya di tingkat
yang lebih besar.
g. Pelaksanaan
dan pengorganisasian masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan
masyarakat.
h. Pemantauan
dan pengarahan kegiatan untuk melihat kesesuaiannya dengan rencana yang telah
disusun.
i. Evaluasi
dan rencana tindak lanjut untuk melihat hasil sesuai yang diharapkan, masalah
yang telah terpecahkan, munculnya massalah lanjutan, dll.
6. Permasalahan
PRA
Meningkatnya
secara cepat popularitas PRA dikhawatirkan menyebabkan sedemikian
terburu-burunya menerima gagasan ini tanpa pemahaman yang cukup mendasar akan
prinsip dasar yang ada yang kemudian diikuti dengan harapan yang terlalu tinggi
akan keampuhan PRA. Oleh karenanya beberapa masalah yang timbul akibat
merebaknya penggunaan metode PRA adalah :
a) Permintaan
melampaui kemampuan akibat metode ini dilatihkan dalam forum yang formal tanpa
cukup kesempatan untuk menghayati dan mendalami prinsip yang mendasarinya.
b) Kehilangan
tujuan dan kedangkalan hasil akibat penerapan yang serampangan di lapangan
tanpa tujuan yang jelas
c) Kembali
menyuluh akibat petugas tidak siap untuk memfasilitasi partisipasi masyarakat.
Menjadi penganut fanatik karena tidak munculnya improvisasi dan variasi petugas
untuk menggali lebih dalam permasalahan di masyarakat.
d) Mengatasnamakan
PRA untuk kegiatan yang sepotong-potong di luar konteks program pengembangan
masyarakat.
e) Terpatok
waktu akibat program yang berorientasi pada target (teknis, administratif).
f) Kerutinan
yang dapat membuat kegiatan tidak hidup lagi sehingga terjebak dalam pekerjaan
yang rutin dan membosankan.
7. Teknik-Teknik
PRA
Dalam
perkembangannya telah banyak dikembangkan beberapa teknik PRA yang pada intinya
merupakan bentuk implementasi dari metode PRA. Sudah barang tentu teknik teknik
yang dikembangkan tersebut disesuaikan dengan maksud dan tujuan penerapan
metode PRA sendiri, serta semestinya tidak menutup kemungkinan atau bahkan
dapat disebutkan mengharuskan adanya improvisasi dan modifikasi terhadap metode
PRA itu sendiri. Beberapa teknik penerapan PRA anatar lain :
a) Tehnik
Penelusuran Alur Sejarah Lokasi/Desa
adalah
tehnik PRA yang dipergunakan untuk mengungkap kembali sejarah masyarakat
disuatu lokasi tertentu berdasarkan penuturan masyarakat sendiri.
b) Tehnik
Pembuatan Bagan Kecenderungan dan Perubahan
adalah
tehnik PRA yang dapat menggambarkan perubahan-perubahan berbagai keadaan,
kejadian serta kegiatan masyarakat dari waktu ke waktu.
c) Penyusunan
Kalender Musim
adalah
tehnik PRA yang memfasilitaso pengkajian kegiatan –kegiatan dan keadaan-keadaab
yang terjadi berulang dalam satu kurun waktu tertentu (musim) dalam kehidupan
masyarakat.
d) Tehnik
Pembuatan Peta
adalah
tehnik PRA yang digunakan untuk memfasilitasi diskusi mengenai keadaan wilayah
desa tersebut beserta lingkungannya.
e) Tehnik
Penelusuran Desa/Lokasi
adalah
tehnik PRA untuk melakukan pengamatan langsung lingkungan dan sumber daya
masyarakat, dengan cara berjalan menelsurui wilayah desa mengikuti suatu lintasan
tertentu yang disepakati
f). Pembuatan Bagan Hubungan Kelembagaan
tehnik
PRA yang digunakan untuk memfasilitasi kajian hubungan antara masyarakat dengan
lembaga-lembaga yang terdapat dlingkungannya .
Tahapan
proses yang dikemas untuk mencapai tujuan penyelenggaraan penyuluhan pertanian
PRA :
1. RUK
( Rencana usaha Kelompok) yang diawali dengan penyusunan Profil Keluarga serta
pemilihan jenis usaha potensial. Instrumen RUK dimaksudkan sebagai
sarana dan metode belajar petani dan keluarganya untuk membangun perilaku
berencana dan kemampuan menyusun rencana usaha tani kelaurganya secara
realistik , rasional dan berkelanjutan .
2. RKK
( Rencana Kegiatan Kelompok) Instrumen RKK dipakai sebagai sarana dan metode
belajar petani dalam mengembangkan kemampuan berorganisasi dan kerjasama antar
indiividu petani dalam tatanan komunitas terkecil (kelompok) terutama dalam
mengembangkan kegiatan bersama dikelompoknya untuk mendukung pengembangan
usahatani keluarga para anggotanya agar lebih ekonomi efektif dan efisien.
3. RKD
( Rencana Kegiatan Desa ) Instrumen RKD merupakan sarana dan metode belajar
masyarakat petani agar mereka berkemampuan dalam berorganisasi dan membangun
kerjasama antar kelompok dan jejaringan kerjasama antar kelompok dan jejaringan
kemitraan usaha dengan opihak –pihak lainnya dalam satu wilayah Desa.
4. RKPD
( Rencana Kegiatan Penyuluhan Desa ) merupakan instrumen pembelajaran petani
untuk mampu merencanakan dan merumuskan kegiatan belajarnya berdasarkan
kebutuhan mereka sendiri.
5. Pelaksanaan
Kegiatan Penyuluhan Pertanian yang dikelola oleh Petani
6. Monitoring
dan Evaluasi ( Monev) Partisipatif
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Faktor risiko DM tipe 2 diantaranya
adalah umur, berat
badan berlebih atau obesitas, kurang aktifitas fisik, riwayat orang tua DM tipe 2,
etnik, diabetes gestasional, hipertensi, HDL rendah, trigliserida
tinggi, dan memiliki riwayat penyakit kardio vaskuler.5 Sekitar 30% penderita
DM tidak menyadari
keberadaan penyakitnya dan saat diagnosis ditegakkan
sekitar 25% sudah terjadi komplikasi. Padahal pengelolaan dan pengontrolan yang tepat bisa meminimalisir
terjadinya komplikasi.6
Tindakan yang dapat dilakukan
yaitu dengan melakukan pengendalian
HbA1c, glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid penderita serta pengelolaan penderita dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan
perubahan perilaku
Pendekatan
yang dipakai untuk mengkaji keadaan wilayah kerja puskesmas sacara
partisipatif, adalah 'Participatory Rural Appraisal' atau 'PRA'. PRA ini adalah
'sekumpulan teknik dan alat yang mendorong masyarakat untuk turut serta
meningkatkan dan menganalisa penyakit diabetes mellitus dan pengetahuannya tentang
penyakit tersebut, dan mengenai hidup sehat dan kondisi mereka sendiri, agar
mereka dapat membuat rencana dan tindakan'(Chambers). PRA
mengutamakan masyarakat yang terabaikan agar memperoleh kesempatan untuk
memiliki peran dan mendapat manfaat dalam kegiatan program pengembangan.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar