weather

booked.net

Selasa, 12 November 2019

Makalah Diabetes


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses yang mengembangkan dan memperkuat kemampuan masyarakat untuk terus terlibat dalam proses pembangunan yang berlangsung secara dinamis sehingga masyarakat dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi serta dapat mengambil keputusan secara bebas (independent) dan mandiri (Oakley, 1991; dan Fatterman, 1996). Manusia memiliki berbagai daya, yakni daya atau kekuatan berfikir, bersikap, dan bertindak. Daya-daya itulah yang harus ditumbuhkembangkan pada manusia dan kelompok manusia agar tingkat berdayanya optimal untuk mengubah diri dan lingkungannya. Pemberdayaan masyarakat pada hakekatnya adalah sama dengan pembangunan masyarakat. Beberapa pendekatan dalam pembangunan masyarakat yang berkembang antara lain:
1.      Pendekatan pada masyarakat secara menyeluruh. Pendekatan ini menuntut partisipasi yang luas, masyarakat sebagai konsep sentral, serta memerlukan pendekatan holistik.
2.      Pendekatan berdasarkan kemandirian.
3.      Pendekatan pemecahan masalah tertentu.
4.      Pendekatan demonstrative.
5.      Pendekatan eksperimental.
6.      Pendekatan konflik kekuasaan.
Konsep pemberdayaan masyarakat dalam pandangan UNICEF (1997) pendekatannya bertumpu pada risiko di keluarga, kebutuhan dan hak-haknya dalam rangka menentukan prioritas dan strategi pembangunan. tingkat kematian ibu yang tinggi, kekeurangan gizi ibu dan anak, rendahnya tngkat pendidikan / kualitas pendidikan yang rendah, penyakit HIV / AIDS dan psikotropika, serta anak-anak yang memerlukan upaya perlindungan khusus merupakan lima masalah pokok yang selalu bergantian.Hasil kajian UNICEF menunjukkan bahwa intervensi paling strategis adalah pada kelompok remaja, kelompok yang menempati posisi terbesar dari penduduk negara kita. Dalam pertimbangan sosial dan ekonomi, kelompok remaja (10-19 tahun) merupakan kelompok yang akan memasuki pasar kerja, sehingga potensinya untuk menjadi pekerja yang disiplin, terampil dan fleksibel harus dimaksimalkan.

B.     Tujuan
Untuk mengetahui ‘Masalah Kesehatan Diabetes Mellitus Yang terjadi pada Masyarakat di Wilayah Puskesmas Jayabaru, Yang Bertujuan Untuk Membuat Kegiatan Atau Program Tertentu Yang Dapat Dijadikan Sebagai Solusi Atas Pemecahan Permasalahan Yang Terjadi  di Daerah Tersebut’.









BAB II
PEMBAHASAN

A.    Diabetes Melitus
            Diabetes merupakan permasalahan kesehatan serius di seluruh  dunia.Diperkirakan 15,7 juta orang di Amerika Serikat menderita diabetesmellitus. Perkiraan tersebut, merupakan perhitungan antara diabetes yangterdiagnosa dan tidak terdiagnosa, sebanyak 5,9 % populasi di AmerikaSerikat menderita diabetes mellitus. Diabetes Mellitus menyebabkankematian lebih dari 162.200 jiwa pada tahun 1996. Diabetes termasuk tujuh penyebab utama kematian pada daftar angka kematian di AS, tapi diabetesdiyakini termasuk kematian yang tidak tidak terlaporkan, antaranya adalahkondisi dan penyebab kematian. Diabetes adalah penyebab utama darikebutaan. Lebih dari 60 sampai 65% penderita diabetes menderitahipertensi. Hal yang mengejutkan biaya pengeluaran untuk pengobatansecara langsung dan tidak langsung untuk diabetes pada tahun 1997diperkirakan mencapai 98 juta dolar. Banyaknya biaya tidak memberikantimbal balik yang kehidupan patien diabetes dan keluarganya.(Sharon nMargaret 2000) Penderita diabetes mellitus di Indonesia terus meningkat setiaptahunnya, hal ini dihubungkan dengan meningkatnya angka kesejahteraan.Persentase penderita diabetes mellitus lebih besar di kota daripada di desa,14,7% untuk dikota dan 7,2% di desa. Indonesia menduduki peringkatkeenam di dunia dalam hal jumlah terbanyak penderita diabetes.Dari penjelasan yang tersebut diatas peranan soerang perawat sangat penting dalam pemberian asuhan keperawatan untuk menurunkan angkakesakitan dan angka kematian yang disebabkan karena diabetes mellitus,sehingga diharapkan mahasiswa keperawatan dapat memahami danmenguasai konsep asuhan keperawatan pada pasien diabetes mellitus.


B.     Pengendalian Penyakit Diabetes Melitus Pada Pasien Di Puskesmas Jayabaru
Diabetes Melitus (DM) tipe 2 merupakan kelainan metabolisme kronik yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah disertai dengan kelainan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak akibat kurang insulin baik karena disfungsi pankreas ataupun disfungsi insulin absolut. Kecurigaan adanya DM perlu mendapatkan perhatian bila ada keluhan klasik DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan terjadi penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Pada tahun 2012, sebanyak 1,5 juta kematian di dunia disebabkan oleh penyakit DM. Tambahannya sebanyak 2,2 juta kematian karena peningkatan glukosa darah dari yang optimal. Hal ini meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, kanker, serta penyakit lain dan umumnya terjadi sebelum usia 70 tahun.
Angka kejadian DM tahun 2015 sebanyak 415 juta jiwa di dunia, dan pada tahun 2040 diperkirakan meningkat mencapai 642 juta orang, dengan  proporsi  kejadian  DM  tipe  2  sebanyak 95%. Angka ini terus bertambah hingga 3% atau sekitar tujuh juta orang setiap tahunnya, 80% penderita terdapat di negara yang penghasilannya kecil dan menengah padahal untuk melakukan pengobatan dan pemeliharaan DM memerlukan biaya yang besar. Prevalensi DM tipe 2 di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)  2013  sebesar  2,1%.  Provinsi Aceh termasuk dalam 10 provinsi yang mempunyai prevalensi DM di atas prevalensi nasional. Hasil Riskesdas 2007 prevalensi DM di Aceh sebesar 1,7%, angka ini mengalami peningkatan pada tahun 2013 menjadi 2,6% penderita.
Faktor risiko DM tipe 2 diantaranya adalah umur, berat badan berlebih atau obesitas, kurang aktifitas fisik, riwayat orang tua DM tipe 2, etnik, diabetes gestasional, hipertensi, HDL rendah, trigliserida tinggi, dan memiliki riwayat penyakit kardio vaskuler.  Sekitar 30% penderita DM  tidak  menyadari  keberadaan  penyakitnya dan saat diagnosis ditegakkan sekitar 25% sudah terjadi komplikasi. Padahal pengelolaan dan pengontrolan yang tepat bisa meminimalisir terjadinya komplikasi.
Tindakan yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan pengendalian HbA1c, glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid penderita serta pengelolaan penderita dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku. Untuk mencapai hal tersebut, penderita sebaiknya   melakukan   pemeriksaan   fisik   dan laboratorium secara berkala. Selain itu hendaknya penderita mengerti hasil dari pemeriksaan tersebut, terutama hal-hal yang berhubungan tentang pengendalian DM.
Keberhasilan pengendalian DM juga didukung   oleh   penatalaksanaan   DM   dengan tepat dan perubahan perilaku. Untuk tercapainya perubahan perilaku, penderita diharapkan mempunyai pengetahuan yang cukup tentang diabetes. Selain  pengetahuan,  pengaturan makan  merupakan  hal  yang  harus  dilakukan oleh penderita DM. Perlu penekanan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah maupun insulin. Hal lain yang harus diperhatikan adalah aktivitas fisik dan kepatuhan terhadap obat. Aktivitas fisik selama 20-30 menit yang dilakukan 3-4 kali seminggu dapat meningkatkan insulin sehingga kadar glukosa darah menurun. Olahraga yang kurang menyebabkan makanan yang masuk ke tubuh tidak dibakar melainkan ditimbun sebagai lemak dalam tubuh. Begitu halnya dengan kepatuhan terhadap obat, perilaku keteraturan minum obat berhubungan dengan keberhasilan pengelolaan DM.  Kepatuhan ini dinilai dari kesesuaian antara anjuran dokter dengan realita yang dilakukan pasien.
Penyakit DM di Puskesmas Jayabaru termasuk kunjungan terbanyak untuk rawat jalan dalam setahun yaitu sebanyak 8.562 kali (3,51%). Hal ini juga didasarkan dari Laporan Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh dimana penderita dan komplikasi DM terus mengalami peningkatan.
Hasil analisis sebelumnya didapatkan bahwa nilai glikemik pasien sebagian besar tidak terkontrol yaitu lebih banyak pada penderita DM yang perempuan,   usia   lanjut,   pendidikan   rendah, tidak bekerja,  dan lama  menderita  DM selama
1-5 tahun.12,13  Untuk selanjutnya perlu diketahui bagaimana pengelolaan DM melalui manajemen pengetahuan, kontrol asupan makanan, aktivitas fisik dan  kepatuhan  terhadap  obat  secara bersama-sama akan mempengaruhi keberhasilan pengendalian DM tipe 2, sehingga menjadi penting untuk melakukan evaluasi penerapan manajemen pengelolaan DM.



C.     Metode Yang Digunakan Dalam Kasus Ini Yaitu ‘Participatory Rural Appraisal (PRA)’

1.     Pengertian Participatory Rural Appraisal (PRA)
PRA yang dikembangkan oleh Robert Chamber lebih ditunjukkan untuk orang luar, bagaimana seharusnya orang luar yang membantu masyarakat untuk mengembangkan dirinya, mendudukan posisinya ditengah-tengah masyarakat. Orang luar ini bisa para pegawai pemerintah, anggota LSM, orang-orang Perguruan Tinggi dll.
PRA itu sendiri menurutnya adalah metode yang mendorong masyarakat puntuk turut serta meningkatkan pengetahuan dan menganalisa kondisi mereka sendiri, wilayahnya sendiri yang berhubungan dengan hidup mereka sehari-hari agar dapat membuat rencana dan tindakan yang harus dilakukan, dengan cara pendekatan berkumpul bersama.

2.     Penerapan Metode PRA
Participatory Rural Appraisal (PRA) atau Pemahaman Partisipatif Kondisi Pedesaan (PRA) adalah pendekatan dan metode yang memungkinkan masyarakat secara bersama-sama menganalisis masalah kehidupan dalam rangka merumuskan perencanaan dan kebijakan secara nyata. Metode dan pendekatan ini semakin meluas dan diakui kegunaannya ketika paradigma pembangunan berkelanjutan mulai dipakai sebagai landasan pembangunan di negara-negara sedang berkembang.. Dalam paradigma pembangunan berkelanjutan, manusia ditempatkan sebagai inti dalam proses pembangunan. Manusia dalam proses pembangunan tidak hanya sebagai penonton tetapi mereka harus secara aktif ikut serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan menikmati hasil pembangunan. Metode dan pendekatan yang tampaknya sesuai dengan tuntutan paradigma itu adalah metode dan pendekatan yang partisipatif.
Metode PRA mulai menyebar dengan cepat pada tahun 1990-an yang merupakan bentuk pengembangan dari metode Pemahaman Cepat Kondisi Pedesaan (PCKP) atau Rapid Rural Appraisal (RPA) yang menyebar pada tahun 1980-an. Kedua metode tersebut saling berhubungan erat dan masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya dan bisa saling melengkapi.

Tabel 1. Pendekatan-pendekatan untuk memajukan partisipasi
1
Partisipasi Pasif, pelatihan
dan informasi
Pendekatan " kami
lebih tahu apa yang
baik bagimu"
Tipe komunikasi satu arah seperti antara guru dan muridnya yang diterapkan diantara petugas kesehatan dan masyarakat setempat pada saat kunjungan ke Puskesmas. Paket-paket teknis yang berbeda diiklankan kepada masyarakat untuk menerimanya
2
Sesi partisipasi aktif
Pendekatan
"pelatihan dan
kunjungan"
Dialog dan komunikasi dua arah memberikan
kepada masyarakat kesempatan untuk berinteraksi dengan penyuluh / petugas dan pelatih dari luar.
3
Partisipasi dengan
keterikatan
Pendekatan "kontrak,
tugas yang dibayar": bila Anda melakukan ini, maka proyek
akan melakukan itu.
Masyarakat setempat, baik sebagai pribadi ataupun kelompok kecil, diberikan pilihan untuk terikat pada sesuatu dengan tanggungjawab atas setiap kegiata. Model ini memungkinkan untuk beralih dari model klasik ke model yang diberi subsidi, panitia setempat bertanggungjawab atas pengorganisasian dan pelaksanaan tugas. Manfaatnya, dapat dibuat modifikasi seiring tujuan yang diinginkan.
4
Partisipasi atas permintaan
setempat
Pendekatan PRA dan kegiatan penelitian, pendekatan yang
didorong oleh
permintaan
Pelayanan kesehatan lebih berfokus pada menjawab kebutuhan yang dinyatakan oleh masyarakat setempat, bukan kebutuhan yang dirancang dan disuarakan  tipikal; tidak ada jadual untuk intervensi fisik; tidak ada anggaran untuk suatu periode tertentu; tidak ada rencana pelaksanaan suatu program kesehatan
. Masalahnya: bagaimana masyarakat/pasien setempat dapat  memberi perhatian terhadap sesuatu yang baru dan berbeda, apabila sebelumnya mereka tidak
mengetahui apapun mengenai apa yang akan terjadi. Metode yang dipakai adalah motivasi dan animasi, bukan 'menjual atau mendorong'. Pertanyaan sukarela dan permintaan untuk bantuan serta lebih banyak informasi jelas diperlukan.

Namun dalam perkembangannya, metode PRA banyak digunakan dalam proses pelaksanaan program pelayanan kesehatan, pembangunan secara partisipatif, baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasannya.

3.     Tujuan Penerapan Metode PRA
Pada intinya PRA adalah sekelompok pendekatan atau metode yang memungkinkan masyarakat untuk saling berbagi meningkatkan, dan menganalisis pengetahuan mereka tentang kondisi dan kehidupa, serta membuat rencana dan tindakan nyata (Chambers, 1996). Beberapa prinsip dasar yang harus dipenuhi dalam metode PRA anatara lain adalah :
·         saliang belajar dan berbagi pengalaman,
·         keterlibatan semua anggota kelompok dan informasi,
·         orang luar sebagai fasilitator,
·         konsep triangulasi,
·         serta optimalisasi hasil,
·         orientasi praktis dan keberlanjutan program (Rochdyanto, 2000:55).
Metode tersebut dipandang telah memiliki teknis-teknis yang dijabarkan cukup operasional dengan konsep bahwa keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dalam seluruh kegiatan. Pendekatan PRA memang bercita-cita menjadikan masyarakat menjadi peneliti, perencana, dan pelaksana pembangunan dan bukan sekedar obyek pembangunan. Tekanan aspek penelitian bukan pada validitas data yang diperoleh, namun pada nilai praktis untuk pengembangan program itu sendiri. Penerapan pendekatan dan teknik PRA dapat memberi peluang yang lebih besar dan lebih terarah untuk melibatkan masyarakat. Selain itu melalui pendekatan PRA akan dapat dicapai kesesuaian dan ketepatgunaan program dengan kebutuhan masyarakat sehingga keberlanjutan (sustainability) program dapat terjamin.

4.     Prinsip-Prinsip PRA
a)      Saling belajar dari kesalahan dan berbagi pengalaman dengan masyarakat.
Prinsip dasar PRA bahwa PRA adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. Ini berarti bahwa PRA dibangun dari pengakuan serta kepercayaan masyarakat yang meliputi pengetahuian tradisional dan kemampuan masyarakat untuk memecahkan persoalannya sendiri. Prinsip ini merupakan pembalikan dari metode pembelajaran konvensional yang bersifat mengajari masyarakat. Kenyataan membuktikan bahwa dalam perkembangannya pengalaman dan pengetahuan tradisional masyarakat tidak sempat mengejar perubahan yang terjadi, sementara itu pengetahuan modern yang diperkenalkan orang luar tidak juga selalu memecahkan masalah. Oleh karenanya diperlukan ajang dialog di antara ke duanya untuk melahirkan sesuatu program yang lebih baik. PRA bukanlah suatu perangkat teknik tunggal yang telah selesai, sempurna, dan pasti benar. Oleh karenanya metode ini selalu harus dikembangkan yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Kesalahan yang dianggap tidak wajar, bisa saja menjadi wajar dalam proses pengembangan PRA. Bukannya kesempurnaan penerapan yang ingin dicapai, namun penerapan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan yang ada dan mempelajari kekurangan yang terjadi agar berikutnya menjadi lebih baik. Namun PRA bukan kegiatan coba-coba (trial and error) yang tanpa perhitungan kritis untuk meminimalkan kesalahan.
b)      Keterlibatan semua anggota kelompok, menghargai perbedaan, dan informal.
Masyarakat bukan kumpulan orang yang homogen, namun terdiri dari berbagai individu yang mempunyai masalah dan kepentingan sendiri. Oleh karenanya keterlibatan semua golongan masyarakat adalah sangat penting. Golongan yang paling diperhatikan justru yang paling sedikit memiliki akses dalam kehidupan sosial komunitasnya (miskin, perempuan, anak-anak, dll). Masyarakat heterogen memiliki pandangan pribadi dan golongan yang berbeda. Oleh karenanya semangat untuk saling menghargai perbedaan tersebut adalah penting artinya. Yang terpenting adalah pengorganisasian massalah dan penyusunan prioritas masalah yang akan diputuskan sendiri oleh masyarakat sebagai pemiliknya. Kegiatan PRA dilaksanakan dalam suasana yang luwes, terbuka, tidak memaksa, dan informal. Situasi santai tersebut akan mendorong tumbuhnya hubungan akrab, karena orang luar akan berproses masuk sebagai anggota bukan sebagai tamu asing yang harus disambut secara protokoler. Dengan demikian suasana kekeluargaan akan dapat mendorong kegiatan PRA berjalan dengan baik.
c)      Orang luar sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai pelaku.
Konsekuensi dari prinsip pertama, peran orang luar hanya sebagai fasilitator, bukan sebagai pelaku, guru, penyuluh, instruktur, dll. Perlu bersikap rendah hati untuk belajar dari masyarakat dan menempatkannya sebagai nara sumber utama. Bahkan dalam penerapannya, masyarakat dibiarkan mendominasi kegiatan. Secara ideal sebaiknya penentuan dan penggunaan teknik dan materi hendaknya dikaji bersama, dan seharusnya banyak ditentukan oleh masyarakat.
d)      Konsep triangulasi
Untuk bisa mendapatkan informasi yang kedalamannya dapat diandalkan, bisa digunakan  konsep triangulasi yang merupakan bentukpemeriksaan dan pemeriksaan ulang (check and recheck). Triangulasi dilakukan melalui penganekaragaman keanggotaan tim (disiplin ilmu), sumber informasi (latar belakang golongan masyarakat, tempat), dan variasi teknik.
1.      Penggunaan variasi dan kombinasi berbagai teknik PRA, yaitu bersama masyarakat bisa diputuskan variasi dan kombinasi teknik PRA yang paling tepat sesuai dengan proses belajar yang diinginkan dan cakupan informasi yang dibutuhkan dalam pengembangan program
2.      Menggali berbagai jenis dan sumber informasi, dengan mengusahakan kebenaran data dan informasi (terutama data sekunder) harus dikaji ulang dan sumbernya dengan menggunakan teknik lain.
3.      Tim PRA yang multidisipliner, dengan maksud sudut pandang yang berbeda dari anggota tim akan memberi gambaran yang lebih menyeluruh terhadappenggalian informasi dan memberi pengamatan mendalam dari berbagai sisi.
e)      Optimalisasi hasil
Pelaksanaan PRA memerlukan waktu, tenaga narasumber, pelaksana yang terampil, partisipasi masyarakat yang semuanya terkait dengan dana. Untuk itu optimalisasi hasil dengan pilihan yang menguntungkan mutlak harus dipertimbangkan. Oleh karenanya kuantitas dan akurasi informasi sangat diperlukan agar jangan sampai kegiatan yang berskala besar namun biaya yang tersedia tidak cukup.
f)         Berorientasi praktis
Orientasi PRA adalah pemecahan masalah dan pengembangan program. Dengan demikian dibutuhkan penggalian informasi yang tepat dan benar agar perkiraan yang tepat akan lebih baik daripada kesimpulan yang pasti tetapi salah, atau lebih baik mencapai perkiraan yang hampir salah daripada kesimpulan yang hampir benar.
g)       Keberlanjutan program
Masalah dan kepentingan masyarakat selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Karenanya, pengenalan masyarakat bukan usaha yang sekali kemudian selesai, namun merupakan usaha yang berlanjut. Bagaimanapun juga program yang mereka kembangkan dapat dipenuhi dari prinsip dasar PRA yang digerakkan dari potensi masyarakat.

h)      Mengutamakan yang terabaikan
Prinsip ini dimaksudkan agar masyarakat yang terabaikan dapat memperoleh kesempatan untuk berperan dan mendapat manfaat dalam kegiatan program pembangunan. Keperpihakan pada pihak atau golongan masyarakat yang terabaikan bukan berarti bahwa golongan masyarakat lainnya (elite masyarakat) perlu mendapat giliran untuk diabaikan atau tidak diikutsertakan. Keberpihakan ini lebih pada upaya untuk mencapai keseimbangan perlakuan terhadap berbagai golongan dan lapisan yang ada di masyarakat, dengan mengutamakan golongan paling miskin agar kehidupannya dapat meningkat.
i)        Pemberdayaan (Penguatan) masyarakat
Kemampuan masyarakat ditingkatkan melalui proses pengkajian keadaan, pengambilan keputusan, penentuan kebijakan, peilaian dan koreksi terhadap kegiatan yang dilakukan. Dengan demikian masyarakat memiliki akses peluang dan kesempatan) serta memiliki kemampuan memberikan keputusan dan memilih berbagai keadaan yang terjadi. Dengan demikian mereka dapat mengurangi ketergantungan terhadap bantuan ‘orang luar’
j)        Santai dan informal
Penyelenggaraan kegiatan PRA bersifat luwes, tidak memaksa, dan informal sehingga antara orang luar dan masyarakat setempat terjalin hubungan yang akarab, orang luar akan berproses masuk sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian kedatangan orang luar tidak perlu disambut atau dijamu secara adat oleh masyarakat dan tokohnya maupun oleh pemerintah setempat. Orang luar yang masuk harus memperhatikan  jadwal atau waktu kegiatan masyarakat, sehingga penerapan PRA tidak mengganggu kegiatan rutin masyarakat.
k)      Keterbukaan
PRA sebagai metode dan perangkat teknik pendekatan kepada masyarakat masih belum sempurna, dan belum selesai. Berbagai teknik penerapannya di dalam praktik masih terus dikembangkan dan disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan masyarakat setempat. Oleh karena itu berbagai pengalaman penerapan tersebut diharapkan dapat memberikan sumbangan pemi kiran untuk memperbaiki konsep dan pemikiran serta dalam merancang teknik-teknik baru sehingga sangat berguna dalam memperkaya metode ini.



5.     Struktur Program
Karena tujuan penerapan metode PRA adalah pengembangan program bersama masyarakat, penerapannya perlu senantiasa mengacu pada siklus pengembangan program. Gambaran umum siklus tersebut secara ringkas adalah sebagai berikut :
a.       Pengenalan masalah/kebutuhan dan potensi, dengan maksud untuk menggali  informasi tentang keberadaan lingkungan dan masyarakat secara umum.
b.      Perumusan masalah dan penetapan prioritas guna memperoleh rumusan atas dasar masalah dan potensi setempat.
c.       Identifikasi alternatif pemecahan masalah atau pengembangan gagasan guna membahas berbagai kemungkinan pemecahan masalah melalui urun rembug masyarakat.
d.      Pemilihan alternatif pemecahan yang paling tepat sesuai dengan kemampuan masyarakat dan sumber daya yang tersedia dalam kaitannya dengan swadaya.
e.       Perencanaan penerapan gagasan dengan pemecahan masalah tersebut secara konkrit agar implementasinya dapat secara mudah dipantau.
f.       Penyajian rencana kegiatan guna mendapatkan masukan untuk penyempurnaannya di tingkat yang lebih besar.
g.      Pelaksanaan dan pengorganisasian masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan masyarakat.
h.      Pemantauan dan pengarahan kegiatan untuk melihat kesesuaiannya dengan rencana yang telah disusun.
i.        Evaluasi dan rencana tindak lanjut untuk melihat hasil sesuai yang diharapkan, masalah yang telah terpecahkan, munculnya massalah lanjutan, dll.

6.     Permasalahan PRA
Meningkatnya secara cepat popularitas PRA dikhawatirkan menyebabkan sedemikian terburu-burunya menerima gagasan ini tanpa pemahaman yang cukup mendasar akan prinsip dasar yang ada yang kemudian diikuti dengan harapan yang terlalu tinggi akan keampuhan PRA. Oleh karenanya beberapa masalah yang timbul akibat merebaknya penggunaan metode PRA adalah :
a)      Permintaan melampaui kemampuan akibat metode ini dilatihkan dalam forum yang formal tanpa cukup kesempatan untuk menghayati dan mendalami prinsip yang mendasarinya.
b)      Kehilangan tujuan dan kedangkalan hasil akibat penerapan yang serampangan di lapangan tanpa tujuan yang jelas
c)      Kembali menyuluh akibat petugas tidak siap untuk memfasilitasi partisipasi masyarakat. Menjadi penganut fanatik karena tidak munculnya improvisasi dan variasi petugas untuk menggali lebih dalam permasalahan di masyarakat.
d)     Mengatasnamakan PRA untuk kegiatan yang sepotong-potong di luar konteks program pengembangan masyarakat.
e)      Terpatok waktu akibat program yang berorientasi pada target (teknis, administratif).
f)        Kerutinan yang dapat membuat kegiatan tidak hidup lagi sehingga terjebak dalam pekerjaan yang rutin dan membosankan.

7.     Teknik-Teknik PRA
Dalam perkembangannya telah banyak dikembangkan beberapa teknik PRA yang pada intinya merupakan bentuk implementasi dari metode PRA. Sudah barang tentu teknik teknik yang dikembangkan tersebut disesuaikan dengan maksud dan tujuan penerapan metode PRA sendiri, serta semestinya tidak menutup kemungkinan atau bahkan dapat disebutkan mengharuskan adanya improvisasi dan modifikasi terhadap metode PRA itu sendiri. Beberapa teknik penerapan PRA anatar lain :
a)      Tehnik Penelusuran Alur Sejarah Lokasi/Desa
adalah tehnik PRA yang dipergunakan untuk mengungkap kembali sejarah masyarakat disuatu lokasi tertentu berdasarkan penuturan masyarakat sendiri.
b)      Tehnik Pembuatan Bagan Kecenderungan dan Perubahan
adalah tehnik PRA yang dapat menggambarkan perubahan-perubahan berbagai keadaan, kejadian serta kegiatan masyarakat dari waktu ke waktu.
c)      Penyusunan Kalender Musim
adalah tehnik PRA yang memfasilitaso pengkajian kegiatan –kegiatan dan keadaan-keadaab yang terjadi berulang dalam satu kurun waktu tertentu (musim) dalam kehidupan masyarakat.
d)     Tehnik Pembuatan Peta
adalah tehnik PRA yang digunakan untuk memfasilitasi diskusi mengenai keadaan wilayah desa tersebut beserta lingkungannya.
e)      Tehnik Penelusuran Desa/Lokasi
adalah tehnik PRA untuk melakukan pengamatan langsung lingkungan dan sumber daya masyarakat, dengan cara berjalan menelsurui wilayah desa mengikuti suatu lintasan tertentu yang disepakati
f).       Pembuatan Bagan Hubungan Kelembagaan
tehnik PRA yang digunakan untuk memfasilitasi kajian hubungan antara masyarakat dengan lembaga-lembaga yang terdapat dlingkungannya .

Tahapan proses yang dikemas untuk mencapai tujuan penyelenggaraan penyuluhan pertanian PRA :
1.      RUK ( Rencana usaha Kelompok) yang diawali dengan penyusunan Profil Keluarga serta pemilihan jenis usaha potensial.  Instrumen RUK dimaksudkan sebagai sarana dan metode belajar petani dan keluarganya untuk membangun perilaku berencana dan kemampuan menyusun rencana usaha tani kelaurganya secara realistik , rasional dan berkelanjutan .
2.      RKK ( Rencana Kegiatan Kelompok) Instrumen RKK dipakai sebagai sarana dan metode belajar petani dalam mengembangkan kemampuan berorganisasi dan kerjasama antar indiividu petani dalam tatanan komunitas terkecil (kelompok) terutama dalam mengembangkan kegiatan bersama dikelompoknya untuk mendukung pengembangan usahatani keluarga para anggotanya agar lebih ekonomi efektif dan efisien.

3.      RKD ( Rencana Kegiatan Desa ) Instrumen RKD merupakan sarana dan metode belajar masyarakat petani agar mereka berkemampuan dalam berorganisasi dan membangun kerjasama antar kelompok dan jejaringan kerjasama antar kelompok dan jejaringan kemitraan usaha dengan opihak –pihak lainnya dalam satu wilayah Desa.
4.      RKPD ( Rencana Kegiatan Penyuluhan Desa ) merupakan instrumen pembelajaran petani untuk mampu merencanakan dan merumuskan kegiatan belajarnya berdasarkan kebutuhan mereka sendiri.
5.       Pelaksanaan Kegiatan Penyuluhan Pertanian yang dikelola oleh Petani
6.      Monitoring dan Evaluasi ( Monev) Partisipatif

      
           
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Faktor risiko DM tipe 2 diantaranya adalah umur, berat badan berlebih atau obesitas, kurang aktifitas fisik, riwayat orang tua DM tipe 2, etnik, diabetes gestasional, hipertensi, HDL rendah, trigliserida tinggi, dan memiliki riwayat penyakit kardio vaskuler.5  Sekitar 30% penderita DM  tidak  menyadari  keberadaan  penyakitnya dan saat diagnosis ditegakkan sekitar 25% sudah terjadi komplikasi. Padahal pengelolaan dan pengontrolan yang tepat bisa meminimalisir terjadinya komplikasi.6
Tindakan yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan pengendalian HbA1c, glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid penderita serta pengelolaan penderita dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku
            Pendekatan yang dipakai untuk mengkaji keadaan wilayah kerja puskesmas sacara partisipatif, adalah 'Participatory Rural Appraisal' atau 'PRA'. PRA ini adalah 'sekumpulan teknik dan alat yang mendorong masyarakat untuk turut serta meningkatkan dan menganalisa penyakit diabetes mellitus dan pengetahuannya tentang penyakit tersebut, dan mengenai hidup sehat dan kondisi mereka sendiri, agar mereka dapat membuat rencana dan tindakan'(Chambers).  PRA mengutamakan masyarakat yang terabaikan agar memperoleh kesempatan untuk memiliki peran dan mendapat manfaat dalam kegiatan program pengembangan.




DAFTAR PUSTAKA












0 komentar:

Posting Komentar